Bali: Sanksi Sampah!
BALI kembali bergolak. Bukan gemuruh ombak yang memecah pantai, melainkan gemuruh ketegasan sang gubernur. Wayan Koster, dengan palu regulasi di tangan, menghantam pelaku usaha yang abai pada sampah. "Sanksinya berkaitan dengan perizinan dan akan disampaikan hotel itu tidak ramah lingkungan," ujar Koster, Rabu (19/3/2025). Nada bicaranya tegas, tanpa kompromi.
Regulasi, bukan sekadar kertas bertinta, kini menjelma cambuk bagi hotel dan restoran. Izin operasi terancam dicabut, nama baik dipertaruhkan. Koster, bukan tanpa alasan, mengacu pada Pergub 47/2019 dan 97/2018. Dua aturan, satu tujuan: Bali bebas sampah.
Namun, pertanyaan besar mengemuka. Apakah sanksi cukup? Koster, dengan optimisme khasnya, menyiapkan skema komprehensif. Desa dan kota, semua kena sentuh. Teknologi modern, andalan baru, di tengah tumpukan sampah yang menggunung. "Pengolahan gunakan teknologi ini saya pimpin langsung," tegasnya.
Langkah ini, tentu saja, bukan tanpa risiko. Investasi besar, perubahan paradigma, dan resistensi pelaku usaha, menjadi tantangan nyata. Namun, Koster, dengan gaya kepemimpinannya yang "keras dan lurus," seolah tak gentar.
Bali, bukan sekadar destinasi wisata. Ia adalah rumah, warisan budaya, dan tanggung jawab bersama. Sanksi, teknologi, atau skema apa pun, tak akan berarti tanpa kesadaran kolektif. Sampah, bukan hanya masalah Koster, tetapi masalah kita semua.
Inilah saatnya, Bali memilih: bersih atau binasa?