Podiumnews.com / Horison / Adi Luhung

Plastik Menari Maut di Pulau Dewata

Oleh Editor • 25 Maret 2025 • 00:31:00 WITA

Plastik Menari Maut di Pulau Dewata
Ilustrasi sampah plastik mengotori pantai. (podiumnews)

DI Pulau Dewata, di mana surga dan neraka bertemu, plastik menjelma menjadi hantu yang menari-nari, merusak keindahan yang selama ini diagungkan. TPA Suwung, sang benteng terakhir pengelolaan sampah, kini sesak oleh tumpukan plastik yang sulit terurai, menjulang 35 meter ke angkasa, dan menganga lebih dalam di bawah tanah. Tempat yang seharusnya ditutup sebelum KTT G20 itu kini menjadi saksi bisu, menahan napas di bawah beban sampah yang tak tertahankan.

Oktober 2023, kobaran api melahap Suwung, asap beracun menyelimuti selatan Bali, meracuni udara yang dihirup jutaan orang. Bukan hanya daratan yang merana, sungai-sungai Bali pun menjadi jalur maut, mengantarkan plastik menuju lautan. Penelitian berbisik tentang Indonesia, sang penyumbang sampah laut terbesar di dunia, dan Bali, salah satu nadinya.

Pantai Pererenan, di dekat Denpasar, menjadi saksi bisu bisul-bisul plastik yang menganga, botol dan bungkus makanan terpendam di pasirnya. Sungai yang mengalir ke sana, sang pembawa pesan maut, mengantarkan plastik langsung ke lautan, mengancam kehidupan laut, dan merusak tarian ombak yang menjadi surga para peselancar. Enam puluh persen sampah Bali, begitu ironisnya, dibuang di lahan kosong, selokan terbuka, hutan bakau, dan sungai, yang langsung mencemari perairan, merusak ekosistem laut yang kaya.

Di kedalaman laut, di jantung Coral Triangle, plastik menjadi ancaman nyata. Keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, terumbu karang dan ribuan ikan, terancam oleh bisikan maut plastik. Rantai makanan laut terganggu, dan mikroplastik, sang pembunuh senyap, mengancam kesehatan manusia melalui hidangan laut yang tercemar.

Bali, sang Pulau Dewata, kini berada di persimpangan jalan. Akankah plastik menjadi senandung maut yang merusak keindahannya, atau akankah tindakan segera dan komprehensif mampu menyelamatkan surga ini dari kehancuran? Hanya waktu yang bisa menjawabnya, sementara plastik terus menari di atas ombak, membawa pesan maut ke setiap sudut pulau. (fathur)