PARTISIPASI anak muda dalam pembangunan Bali seringkali hanya menjadi pemanis retorika, bukan bagian integral dari pengambilan keputusan. Suara mereka seolah-olah didengar, tetapi jarang sekali diwujudkan dalam kebijakan nyata. Ruang-ruang dialog yang dibuka pun seringkali hanya menjadi ajang formalitas, di mana anak muda hadir sebagai pelengkap, bukan sebagai pengambil keputusan. Kita harus jujur mengakui bahwa sistem yang ada belum sepenuhnya memberikan kepercayaan kepada anak muda untuk memegang peran penting dalam pembangunan. Keputusan-keputusan strategis yang menyangkut masa depan Bali, yang notabene adalah masa depan mereka, seringkali diambil tanpa melibatkan mereka secara signifikan. Akibatnya, kebijakan-kebijakan tersebut mungkin tidak sesuai dengan realitas dan aspirasi anak muda. Ini bukan hanya tentang memberi anak muda tempat duduk di meja rapat, tetapi tentang memberi mereka hak suara yang setara dan bermakna. Mereka memiliki hak untuk dilibatkan dalam setiap tahap pengambilan keputusan, mulai dari perumusan kebijakan hingga implementasinya. Kita perlu menciptakan mekanisme yang transparan dan akuntabel, yang memastikan bahwa suara anak muda benar-benar didengar dan dipertimbangkan. Jika kita terus mengabaikan potensi dan aspirasi anak muda, kita berisiko menciptakan generasi yang apatis dan kecewa terhadap proses demokrasi. Kita akan kehilangan sumber daya manusia yang berharga, yang seharusnya menjadi motor penggerak pembangunan Bali. Oleh karena itu, sudah saatnya kita berhenti memperlakukan anak muda sebagai dekorasi, dan mulai melibatkan mereka sebagai substansi dalam pembangunan Bali. Oleh: I Dewa Gede Fathur Try Githa. S.Pd Pekerja Media
Baca juga:
Bebal