Search

Home / Kolom / Editorial

Retorika Aman, Nyata Mencekam

Editor   |    18 April 2025    |   23:11:00 WITA

Retorika Aman, Nyata Mencekam
Ilustrasi: Editorial. (podiumnews)

DENPASAR kembali tercoreng. Di siang bolong, di kawasan wisata Sanur yang konon gemerlap, seorang remaja putri berusia 15 tahun menjadi korban kekerasan seksual. Jalan Danau Tondano Gang Mawar, yang seharusnya teduh dan damai, menjadi saksi bisu kebiadaban seorang pria tak dikenal. FP, inisial korban, berjalan sendiri, tak menyangka bahaya mengintai di balik sepinya jalanan.

Tangan yang tiba-tiba menarik, bekapan mulut yang membungkam jerit, pelukan paksa yang merobek kehormatan. Teriakan pilu FP memecah sunyi, untungnya didengar warga yang sigap membantu. Pelaku kabur, meninggalkan trauma mendalam bagi korban dan pertanyaan besar bagi kita semua.

Ironi mencuat tajam. Baru-baru ini, retorika para pejabat daerah dan aparat keamanan begitu lantang menyerukan Denpasar sebagai kota yang aman dan nyaman. Janji-janji manis tentang perlindungan warga berulang kali diucapkan. Namun, kenyataan berbicara lain. Melindungi anak-anak kita dari ancaman kejahatan jalanan saja ternyata belum mampu.

Ini bukan insiden pertama. Kekerasan seksual terhadap remaja, anak-anak yang seharusnya tumbuh dengan riang dan terlindungi, terus berulang. Sebuah paradoks yang menyakitkan. Di satu sisi, kita disuguhi narasi kota pariwisata yang gemilang. Di sisi lain, kita dihadapkan pada fakta bahwa ruang publik pun tak lagi sepenuhnya aman bagi generasi penerus.

Ke mana larinya jaminan keamanan yang selalu didengungkan? Apakah retorika hanya sekadar pemanis bibir tanpa implementasi nyata di lapangan? Kita menuntut lebih dari sekadar ucapan. Kita membutuhkan tindakan konkret, pengawasan ketat, dan penegakan hukum yang tegas agar kejadian serupa tak lagi terulang.

Polresta Denpasar bergerak cepat, itu patut diapresiasi. Namun, penangkapan pelaku hanyalah langkah awal. Yang lebih mendesak adalah evaluasi menyeluruh terhadap sistem keamanan kota. Bagaimana pengawasan di ruang publik, terutama di area yang dianggap ramai sekalipun? Bagaimana langkah preventif untuk mencegah predator berkeliaran dan memangsa anak-anak kita?

Trauma FP adalah trauma kita bersama. Luka yang dialaminya adalah luka bagi kemanusiaan. Kita tidak bisa lagi hanya menghela napas dan berharap ini menjadi kejadian terakhir. Denpasar, yang kita banggakan sebagai rumah dan tujuan wisata, harus benar-benar aman dan nyaman bagi seluruh warganya, terutama bagi mereka yang paling rentan. Retorika tanpa realitas adalah kebohongan publik. Saatnya bertindak, bukan sekadar berucap. (*)


Baca juga: Sasar Turis Berkualitas