Search

Home / Aktual / Sosial Budaya

Tiongkok Akhiri Imperialisme Budaya AS Lewat Film

Editor   |    24 April 2025    |   22:33:00 WITA

Tiongkok Akhiri Imperialisme Budaya AS Lewat Film
Ilustrasi: orang-orang yang sedang menonton film di gedung film. (podiumnews)

DENPASAR, PODIUMNEWS.COM - Langkah tegas Pemerintah Tiongkok membatasi impor film-film Hollywood dinilai sebagai upaya strategis untuk mengakhiri dominasi budaya Amerika Serikat (AS) melalui layar lebar.

Kebijakan yang diumumkan Badan Perfilman Nasional Tiongkok pada Kamis (10/4/2025) ini bukan hanya sekadar respons terhadap perang tarif yang dilancarkan AS.

Guru Besar Departemen Komunikasi FISIP Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Rachmah Ida, melihat pembatasan ini sebagai langkah tepat Tiongkok untuk memajukan industri perfilman lokalnya.

Lebih dari itu, Prof Rachmah menilai tindakan ini sebagai perlawanan terhadap apa yang ia sebut sebagai "imperialisme budaya" yang selama ini dipraktikkan AS melalui film-film Hollywood.

"Selama ini kita melihat bahwa film AS mendominasi tayangan di platform-platform, seperti Netflix, Apple TV, dan sebagainya. Menurut saya, upaya ini menghentikan konsep imperialisme budaya dari AS yang selama ini dilakukan melalui film-film Hollywood pada negara-negara lain, termasuk Tiongkok," jelas Prof Rachmah melalui keterangan tertulis, Kamis (24/4/2025).

Menurutnya, berkurangnya pasokan film Hollywood akan memberikan ruang lebih luas bagi produksi film lokal Tiongkok untuk berkembang dan bersaing di pasar domestik. Aspek kedekatan (proximity)—baik dari segi bahasa, aktor, isu, maupun budaya—akan menjadi modal penting bagi film Tiongkok untuk menarik perhatian penontonnya sendiri.

Prof Rachmah juga mengkritik kebijakan tarif AS sebagai tindakan egois dalam konteks diplomasi budaya. Ia justru menilai kebijakan ini dapat merugikan industri perfilman AS karena mempersempit jangkauan pasar internasionalnya.

Di era global saat ini, kata Prof Rachmah, kualitas produksi film di luar AS sudah sangat baik, sehingga absennya Hollywood tidak akan mematikan industri perfilman secara keseluruhan.

"Dalam hal ini, AS yang rugi karena tidak bisa memperluas jaringan cultural production-nya dan produksi film di Tiongkok tidak mati. Kerugian ini adalah konsekuensi dari egoisme AS. Ini mengulang romantisme AS sebagai negara satu-satunya negara adidaya pasca Perang Dingin. Padahal, sekarang banyak negara yang muak dengan egoisme dan arogansi AS," pungkas Prof Rachmah.

Langkah Tiongkok ini pun menjadi sinyal kuat perubahan peta kekuatan budaya di kancah internasional. (riki/suteja)


Baca juga: NUSA DUA CIRCLE, Mega Proyek ‘Gagal’. Benarkah Perusahaan dan Orang-Orang yang Terlibat Didalamnya Juga Bermasalah? (BAG: 1)