DESA-DESA nelayan di Bali, yang dulunya sunyi dan tenteram, kini berdenyut kencang oleh denyut nadi pariwisata. Kuta dan Sanur, dua potret kontras, menyimpan kisah transformasi yang dramatis. Di balik kilau gemerlap resor dan riuhnya wisatawan, tersembunyi jejak para pionir, para pemimpi asing yang terpesona oleh pesona Bali dan menorehkan tinta emas dalam sejarahnya. Kanvas Le Mayeur, Elegi Pesisir Tenang Adrien-Jean Le Mayeur de Merprès, sang pelukis impresionis Belgia, menemukan surga di Sanur. Matanya yang terlatih menangkap harmoni warna dan cahaya, mengabadikan keindahan pesisir tenang ini dalam kanvas-kanvasnya. "Sanur adalah meditasi warna, di mana matahari terbit melukis langit dengan kuas emas," tulisnya dalam sebuah surat kepada sahabatnya. Ia menikahi Ni Pollok, seorang penari legong, yang menjadi muse abadi dalam karyanya. Le Mayeur membangun rumah dan studionya di Sanur, yang kini menjadi museum, bukti bisu cintanya pada Tanah Dewata. Panggung Mimpi Lange dan Koke Di Kuta, Robert dan Louise G Koke (Lange) menorehkan babak baru. Mereka bukan seniman kanvas, melainkan arsitek mimpi. Dengan Kuta Beach Hotel, mereka membuka pintu gerbang bagi para pengembara dari seberang lautan. Robert mengabadikan keindahan Kuta dalam film dokumenternya, sementara Lange, dengan keramahannya, menciptakan ruang hangat bagi para tamu. "Kuta adalah panggung mimpi, di mana ombak menari dan matahari terbenam menyajikan pertunjukan warna yang magis," ujar Lange dalam sebuah wawancara. Nama "Lange" kini abadi menjadi nama jalan, sebuah penghargaan atas jasa mereka. Ketut Tantri, Suara Perlawanan Tanah Dewata Laura Constance Christina Wheeler, yang dikenal sebagai Ketut Tantri, datang ke Bali bukan untuk melukis lanskap, melainkan melukis kata-kata. Melalui bukunya, "Revolt in Paradise," ia menceritakan kisah perlawanan rakyat Bali terhadap penjajahan. Tulisannya membuka mata dunia akan keindahan dan keberanian Tanah Dewata. "Bali adalah pulau perlawanan, di mana jiwa merdeka bersemi di tengah hamparan sawah dan pantai," tulisnya. Tantri menjadi suara lantang bagi Bali, menyuarakan keadilan dan kemerdekaan. Transformasi: Mimpi Asing, Wajah Baru. Jejak para pionir ini tak hanya mengubah lanskap Kuta dan Sanur, tetapi juga mengukir wajah baru Bali. Desa-desa nelayan yang dulunya sunyi kini ramai oleh denyut nadi pariwisata. Namun, di balik gemerlapnya pariwisata, tersembunyi pertanyaan tentang harga yang harus dibayar. Apakah Bali telah kehilangan jiwanya di tengah riuhnya wisatawan? Ataukah ia mampu menjaga keseimbangan antara tradisi dan modernitas? Kuta, dengan pantai pasir putihnya, kini menjadi magnet bagi para peselancar dan pencinta matahari. Sanur, dengan ketenangannya, tetap menjadi surga bagi mereka yang mencari kedamaian. Namun, di balik keindahan itu, tersimpan kisah transformasi yang kompleks, kisah tentang mimpi-mimpi asing yang menyulap pesisir Pulau Dewata. (isu/suteja)