Pendidikan Guru Masa Depan, Terjebak Nasib Semenjana
HARI Pendidikan Nasional kembali hadir, sebuah momentum untuk merenungkan fondasi bangsa: pendidikan. Namun, di tengah semangat memajukan kualitas belajar mengajar, terselip ironi getir bagi para calon pendidik.
Para mahasiswa pendidikan, yang kelak diharapkan menjadi garda terdepan mencerdaskan kehidupan bangsa, kini terperangkap dalam nasib semenjana.
Mereka seolah terpinggirkan, kesulitan menembus gerbang sekolah-sekolah yang kian tertutup.
Lulus dengan segudang teori dan semangat membara, para sarjana pendidikan ini berhadapan dengan tembok birokrasi dan persaingan sengit.
Sekolah-sekolah, yang seharusnya menjadi ladang pengabdian mereka, justru seringkali lebih memilih jalur instan dengan mempertahankan tenaga honorer yang telah ada.
Kebijakan pengangkatan honorer, meskipun memiliki tujuan mulia untuk mengakomodasi mereka yang telah lama mengabdi, tanpa disadari menciptakan jurang pemisah bagi generasi pendidik baru.
Para mahasiswa pendidikan ini merasa diasingkan di negeri sendiri. Investasi waktu dan biaya yang telah mereka curahkan untuk menimba ilmu di bangku kuliah seolah sia-sia.
Mereka menyaksikan peluang mengajar semakin menipis, tergantikan oleh sistem yang terkadang terasa abai terhadap potensi segar dan pengetahuan terkini yang mereka bawa. Semangat idealisme mereka perlahan terkikis oleh realitas lapangan yang keras.
Ironisnya, di tengah kebutuhan akan guru berkualitas yang terus meningkat, bibit-bibit unggul calon pendidik justru kesulitan mendapatkan tempat untuk bersemi.
Mereka terpaksa mencari pekerjaan di luar bidang keahlian, mengubur dalam-dalam cita-cita mulia untuk mendidik anak bangsa. Sebuah potensi besar yang terbuang sia-sia, sebuah kerugian bagi masa depan pendidikan Indonesia.
Hardiknas seharusnya menjadi pengingat bahwa kualitas pendidikan sangat bergantung pada kualitas para pendidiknya. Meminggirkan para calon guru sama halnya dengan merapuhkan fondasi itu sendiri.
Perlu ada kebijakan yang lebih berpihak pada regenerasi tenaga pendidik, memberikan kesempatan yang adil bagi para lulusan pendidikan untuk mengabdikan diri.
Bukan hanya sekadar janji manis, melainkan tindakan nyata yang membuka pintu sekolah bagi para pendidik masa depan, agar semangat Hardiknas benar-benar terwujud dalam setiap langkah pendidikan di negeri ini.
Nasib semenjana ini jangan sampai terus membayangi, memadamkan harapan dan potensi generasi penerus guru bangsa. (*)