Search

Home / Kolom / Jeda

Secangkir Optimisme di Tengah Kabar Buruk Pers

Editor   |    17 Mei 2025    |   02:59:00 WITA

Secangkir Optimisme di Tengah Kabar Buruk Pers
Ilustrasi: Harapan mekar di tengah badai pesimisme pers yang tak berkesudahan. (podiumnews)

AROMA robusta menyeruak di Surabaya, pekan lalu. Bukan sekadar wangi pagi, melainkan jejak percakapan yang getir. Di antara uap cangkir-cangkir, para pemburu berita dari pelbagai penjuru negeri berkumpul.

Malam itu, topik yang berputar tak lain adalah kabar yang mencemaskan: gelombang PHK yang menerjang sesama. Kenyataan yang tak hanya menjadi buah bibir, namun juga potret buram industri pers di tanah air. Lalu, sebuah tanya menggantung: jika raksasa media pun limbung, bagaimana gerangan nasib perahu-perahu kecil di daerah, termasuk yang berlayar di Pulau Dewata?

Kegelisahan serupa rupanya menjalar di benak para nakhoda media lokal. Di tengah ombak bisnis yang kian tak terduga, banyak yang berjuang sekadar untuk tetap mengapung. Dalam sunyi hati, keraguan yang manusiawi menyelinap, "Mungkinkah perahu sekecil Podiumnews bertahan, sementara kapal-kapal besar pun terombang-ambing?" Pertanyaan polos, namun sarat akan suramnya pandangan masa depan industri ini di mata mereka yang berada di garis depan.

Kendati demikian, di balik awan kelabu pesimisme, setitik cahaya optimisme masih coba dinyalakan. Sebuah keyakinan yang mungkin dipaksakan, namun menjadi sauh terakhir agar tak hanyut dalam keputusasaan. Asa untuk terus berlayar, melewati badai yang tak terhindarkan, terus dipupuk. Diakui, angin kencang juga menerpa.

Namun, alih-alih menyerah pada takdir, sebuah langkah berani diambil: membentangkan layar ke arah yang berbeda. Lahirlah Urbanbali, sebuah kanal yang membidik denyut nadi kota, dan Kedai Kopi "Redaksi", sebuah dermaga fisik yang diharapkan menjadi oase sekaligus sumber penghidupan baru.

Lebih jauh dari itu, sebuah peta jangka panjang mulai digambar. Rencana memindahkan buritan kapal dari ruang lantai dua seluas 140 meter persegi di kawasan Dalung yang riuh, menuju tepian kota yang lebih sunyi, di atas lahan 16 are yang berbatasan dengan hijaunya sawah, adalah sebentuk harapan baru.

Sebuah perpindahan bukan sekadar soal ruang, namun juga tentang mencari ketenangan, ilham, dan barangkali, model pelayaran yang lebih lestari di tengah samudra industri media yang terus berubah.

Kisah di balik secangkir kopi di Surabaya dan rencana pelabuhan baru di Bali adalah cermin pergulatan industri pers kini. Di satu sisi, kenyataan pahit tentang tantangan ekonomi dan perubahan arah angin konsumsi informasi tak bisa diabaikan. Namun, di sisi lain, semangat untuk terus berlayar, beradaptasi, dan bahkan menciptakan pulau-pulau baru, terus berkobar.

Optimisme di tengah pesimisme ini mungkin terdengar naif, namun bukankah justru di saat-saat sulitlah dayung kreativitas dan inovasi dipaksa untuk bekerja lebih keras? Masa depan pers memang menyimpan banyak misteri, namun satu hal yang pasti: semangat untuk terus menyampaikan pesan dan berkarya tak akan pernah padam.

Seperti aroma kopi yang selalu menemukan jalannya untuk menguar, harapan pun akan selalu mencari celah untuk bertumbuh, bahkan di tengah badai pesimisme yang paling pekat. (*)

(Menot Sukadana)

Baca juga :
  • Wajah Ironi
  • Bayangan di Dinding
  • Seni Melepaskan Hidup