Podiumnews.com / Kolom / Jeda

Dari Warung, Sepenggal Cerita Media Online Bali

Oleh Nyoman Sukadana • 18 Desember 2025 • 01:18:00 WITA

Dari Warung, Sepenggal Cerita Media Online Bali
Menot Sukadana (dok/pribadi)

WARUNG Be Jawa di Dauh Pala, Tabanan, pernah menjadi ruang belajar yang sunyi namun hidup. Sekitar 2013 hingga 2015, saya cukup sering singgah ke sana. Tempatnya sederhana, tetapi percakapan di meja-meja kayu itu kerap melampaui urusan sehari-hari. Warung itu dikelola Ketut Sugina, teman lama yang kala itu masih wartawan. Saya biasa memanggilnya Bro Gin. Kini, warung itu telah tutup. Ruangnya tak lagi ada, tetapi jejak ceritanya masih tinggal di ingatan.

Di warung itulah sepenggal cerita media online Bali tumbuh. Termasuk ketika Sugina mendirikan SuaraDewata.com pada 2013. Saya ikut membantu di masa awal, bahkan sempat menjadi ketua panitia saat peluncuran pertamanya. Pada masa itu, media online lokal masih bisa dihitung jumlahnya. Belum sampai seratus, dan Tabanan menjadi salah satu daerah yang cukup aktif melahirkan media baru.

Seiring bertambahnya media online, kebutuhan untuk berkumpul pun muncul. Bukan sekadar untuk saling mengenal, tetapi untuk merumuskan arah bersama. Sejak 2010, embrio asosiasi media online lokal sebenarnya sudah muncul, salah satunya melalui pertemuan di Warung Tresni, Renon. Namun gagasan itu baru benar-benar menemukan bentuknya beberapa tahun kemudian.

Tanggal 19 Mei 2015, kembali di Warung Be Jawa, kami berkumpul dan mendirikan Asosiasi Media Online (AMO) Bali. Kongres pertamanya dihadiri beberapa kawan seperjalanan. Deklarasi dilakukan 6 Juni 2015. Saat itu, sekitar 46 media online lokal bergabung. AMO Bali menjadi asosiasi media online pertama di Bali, dan besar kemungkinan juga yang pertama di Indonesia, karena pada masa itu belum ada organisasi media siber berskala nasional.

Warung Be Jawa tidak hanya menjadi saksi lahirnya AMO Bali. Dari tempat itu pula, menurut pengakuan Sugina, Persatuan Wartawan Tabanan (Pewarta) muncul. Sebuah paguyuban wartawan tingkat kabupaten yang mampu bertahan lebih dari satu dekade. Barangkali karena ia lahir dari obrolan, bukan dari ambisi besar.

Dari banyak diskusi di warung itulah, satu pemikiran dari Sugina dan Nyoman Setiawan masih melekat hingga kini. Media yang sehat, kata mereka, harus bisa berjalan auto pilot. Tidak bergantung pada figur pendirinya. Mereka tidak hanya menyampaikan gagasan, tetapi menjalankannya. MetroBali kini memasuki transisi generasi kedua. SuaraDewata telah lama berjalan tanpa kehadiran pendirinya di lapangan.

Untuk ukuran media UMKM, keduanya tergolong cukup mapan. Lebih dari tujuh tahun, mereka nyaris tidak lagi terlihat dalam hiruk pikuk liputan harian. Dari sana saya belajar banyak. Termasuk ketika membangun PodiumNews, dengan kesadaran bahwa media tidak boleh hidup dari satu nama.

Waktu berjalan, lanskap media pun berubah. Kemunculan asosiasi media siber berskala nasional dengan struktur hingga ke daerah perlahan menggerus keanggotaan AMO Bali. Dari 46 media, jumlahnya menyusut menjadi sekitar sepuluh. Salah satunya melalui kehadiran Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali, yang ironisnya juga turut didirikan oleh sejumlah anggota AMO Bali sendiri. Sebuah fase yang terasa alamiah, ketika gagasan lokal melahirkan gerakan yang lebih besar.

Pertemuan terakhir kami dalam forum AMO Bali berlangsung pada akhir 2021. Agendanya sederhana namun penting. Mendorong media anggota mengurus verifikasi Dewan Pers. Saat itu, dari sepuluh anggota tersisa, MetroBali dan BaliNetizen telah lebih dulu lolos verifikasi faktual. Tahun berikutnya, PodiumNews, BaliTopNews, KilasBali, dan SuaraDewata menyusul. Sejak saat itu, sebagian besar anggota AMO Bali telah terverifikasi.

Sebagai salah satu penggerak AMO Bali, saya menyaksikan langsung dinamika media online lokal Bali. Bukan hanya sebagai organisasi, tetapi sebagai unit usaha. Saya terlibat dalam lahirnya belasan media lokal, serta ikut mendampingi beberapa media hingga lolos verifikasi faktual Dewan Pers.

Dari sepuluh anggota itu, sekitar lima puluh lapangan kerja tercipta. Wartawan, kontributor, staf administrasi, hingga pekerja lepas. Angka yang mungkin tak besar, tetapi berarti bagi daerah. Di tengah derasnya arus organisasi nasional, AMO Bali tetap punya tempat dalam ingatan sebagai pemantik awal.

Lebih dari semua itu, perjalanan ini memberi saya pelajaran tentang keberlanjutan. Tentang pentingnya sistem. Tentang keberanian menyiapkan media berjalan tanpa kita. Media yang hilang bersama pendirinya, sejatinya tidak pernah benar-benar selesai dibangun.

Barangkali dari sanalah cara berpikir saya terbentuk. Belajar menepi, bukan menghilang. Membangun Podium Ecosystem sejak 2025 ini dengan harapan sederhana. Agar yang saya dirikan tidak berhenti pada satu nama, satu usia, atau satu generasi.

Warung Be Jawa memang telah tutup. Namun dari ruang kecil itulah, sepenggal cerita media online Bali pernah dimulai. Selebihnya, biarlah waktu yang melanjutkan. (*)

Menot Sukadana