Podiumnews.com / Kolom / Editorial

Usada Bali, Saatnya Naik ke Permukaan Sistem Kesehatan

Oleh Podiumnews • 26 Mei 2025 • 10:50:00 WITA

Usada Bali, Saatnya Naik ke Permukaan Sistem Kesehatan
Editorial. (Podium)

PENGOBATAN tradisional Bali, atau Usada Bali, selama ini hanya bergaung di ruang-ruang budaya dan spiritual masyarakat. Padahal, dalam naskah-naskah lontar seperti Usada Taru Pramana dan Usada Dalem, tersimpan warisan pengetahuan tentang anatomi, ramuan herbal, terapi holistik, hingga penyembuhan berbasis keseimbangan unsur tubuh dan alam semesta.

Kini, Gubernur Bali Wayan Koster mendorong percepatan integrasi Usada Bali ke dalam sistem layanan kesehatan resmi.

Langkah ini bukan sekadar pelestarian budaya, melainkan koreksi atas sistem kesehatan yang selama ini terlalu berorientasi pada farmasi kimia dan acapkali mengabaikan potensi lokal yang telah teruji secara turun-temurun.

Relevansi Ilmiah dan Potensi Ekonomi

Indonesia sendiri telah memiliki landasan hukum untuk pengobatan tradisional, seperti UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 15 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer. Bali tinggal memperkuatnya dalam bentuk Peraturan Daerah.

Secara ilmiah, berbagai studi telah membuktikan efektivitas sejumlah tanaman obat yang umum digunakan dalam Usada Bali. Misalnya, kunyit (Curcuma longa) sebagai antiinflamasi, sambiloto (Andrographis paniculata) sebagai imunostimulan, dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza) untuk gangguan liver.

Lembaga seperti LIPI dan UGM telah banyak melakukan penelitian terhadap herbal asli Nusantara yang selaras dengan praktik usada.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi produk jamu dan herbal nasional meningkat rata-rata 8,2% per tahun sejak 2019. Nilai pasar pengobatan tradisional di Indonesia diproyeksikan mencapai lebih dari Rp25 triliun pada 2025.

Angka ini menjadi cermin potensi ekonomi yang bisa digarap apabila Usada Bali diformalkan dan disertifikasi.

Tantangan: Legitimasi, Standarisasi, dan Riset

Tantangan utama usada bukan pada keampuhannya, melainkan pada legitimasi dan standarisasi. Banyak praktisi tidak tersertifikasi, metode belum terdokumentasi sistematis, dan belum ada sistem kontrol mutu terhadap ramuan yang digunakan.

Hal ini membuatnya sulit untuk masuk ke sistem layanan formal dan diasuransikan secara nasional.

Gubernur Koster telah menginstruksikan langkah-langkah konkret: pendataan tanaman obat, pengembangan kebun herbal, penguatan laboratorium, serta inventarisasi lontar-lontar pengobatan.

Ini arah yang tepat, tetapi harus dikawal dengan sinergi lintas lembaga: dari Dinas Kesehatan, akademisi, Balai POM, hingga Majelis Desa Adat.

Momentum untuk Menjadi Pionir Nasional

Bali berpeluang menjadi daerah pertama di Indonesia yang menempatkan pengobatan tradisional dalam sistem pelayanan kesehatan yang terstandar dan berlandaskan hukum.

Dengan branding Bali sebagai pusat spiritual dan wellness tourism dunia, Usada Bali dapat menjadi magnet baru untuk wisata kesehatan, sekaligus membuka lapangan kerja baru yang berbasis ilmu lokal.

Kini saatnya Usada Bali tidak hanya dijaga oleh para tetua dan dukun pengobatan di desa-desa, tetapi diangkat ke atas meja kebijakan negara.

Naik kelas bukan berarti meninggalkan akar tradisi, melainkan menguatkannya dengan ilmu, regulasi, dan tanggung jawab publik. (*)