SEBELUM pertandingan final Liga Champions digelar subuh tadi, memori keunggulan Inter atas Barca di semifinal sebelumnya membuat sebagian orang terkesan `meremehkan` Paris Saint-Germain (PSG). Klub yang pernah dimiliki Erick Thohir itu `diprediksi` menjadi juara tahun ini. Saya sebagai pendukung Barca, jauh lebih memilih diam, menyimak obrolan netizen. Batin saya selintas meragukan asumsi mereka, meski benak saya menilai Lautaro Martinez dkk harusnya bisa menjaga momentum itu. Tantangan terberat itu Barca dan anak-anak asuh Simone Inzaghi telah melewatinya. Tapi banyak yang tidak melihat bahwa Paris Saint-Germain kali ini ditukangi seorang arsitek brilian, sosok yang pernah membawa Barca menjadi juara Liga Champions satu dasawarsa lalu. Laga yang telah berlangsung itu tidak saya tonton live. Tapi, sekitar pukul 05.30 WITA subuh saya tertegun dengan apa yang saya lihat di media sosial. Kilas Laga Kilas balik video pertandingan dan gol-gol yang diciptakan PSG bikin melongo. Gol pembuka kemenangan PSG lewat kaki Achraf Hakimi di menit ke-12 yang memanfaatkan passing pemain muda 19 tahun Désiré Doué. Masih di babak pertama, menit ke-19, sepakan keras Désiré Doué kembali menjebol gawang Inter dan Allianz Stadium, Munich, yang menjadi lokasi pertandingan langsung bergemuruh. Gol ketiga tercipta di babak kedua menit ke-63, masih lewat anak muda Désiré Doué yang cerdik memanfaatkan passing Vitinha. Inter Milan semakin dibikin tak berdaya. Gol keempat tercipta di menit ke-73, lewat Khvicha Kvaratskhelia, yang berhasil mengecoh dua bek Inter, lalu melesakkan tendangan di sudut sempit. Gol pamungkas menutup pesta anak-anak asuh Luis Enrique Martínez García, lewat Senny Mayulu di menit ke-87. Mayulu menari menggocek Bastoni dan sepakannya ke arah pojok membuahkan gol kelima untuk PSG. Coach Enrique Dalam catatan media, rekor kemenangan besar di final Liga Champions pernah terjadi 65 tahun silam, tepatnya 18 Mei 1960. Ketika itu Real Madrid unggul 7-3 kontra Eintracht Frankfurt di Hampden Park, Glasgow. Tapi Eintracht Frankfurt masih sempat mencetak gol balasan, dan di final Liga Champions 2025 subuh tadi, Inter Milan mati kutu! Terlihat Paris Saint-Germain bermain dalam skema kolektivitas yang solid, kerja cerdas antarlini, dan usia para pemainnya lintas generasi. Uniknya, PSG meraih trofi bergengsi yang menobatkan mereka sebagai raja baru sepak bola Eropa tanpa menyertakan nama-nama besar yang pernah berkiprah seperti Kylian Mbappé, Neymar, hingga Lionel Messi! Usai kemenangan ini, Luis Enrique mengatakan bahwa sejak hari pertama, yang dia inginkan adalah memenangkan trofi penting dan PSG belum pernah memenangkan Liga Champions. "Kami melakukannya untuk pertama kalinya. Merupakan perasaan yang luar biasa untuk membuat banyak orang bahagia," kata dia. Putri Xana Sebagai pendukung Barca, saya tentu terharu, karena Xana pernah ada bersama ayahnya ketika Barcelona menjadi kampiun Liga Champions 2015. "Saya tidak perlu memenangkan Liga Champions untuk mengenang putri saya. Saya selalu memikirkannya. Dia (Xana) selalu bersama saya dan keluarga,” ungkap Luis Enrique. (*) Valerian Libert Wangge
Baca juga :
Paris Saint-Germain rupanya tidak hanya berhasil angkat trofi, tapi baru saja memahat sejarah mempermalukan Inter Milan lewat 5 gol tanpa balas.
Bagi saya, kemenangan Paris Saint-Germain membuktikan kehebatan Luis Enrique meramu tim. Ini kemenangan bersejarah. PSG memahat sejarah baru yang rasanya sulit diciptakan klub-klub lain di laga final Liga Champions setelah ini.
Tapi momen mengharukan justru ketika Luis Enrique mengganti kaos yang dikenakannya dengan kain hitam bergambar karikatur, untuk mengenang sang putri, Xana, yang wafat karena kanker tulang.
• Mencintai, Bukan Menguasai
• Bali dalam Sorotan Media Global
• Perintis? Ah kita semua pewaris..!