Search

Home / Kolom / Editorial

Separuh Devisa, Seperempat Perhatian?

Editor   |    13 Juni 2025    |   18:20:00 WITA

Separuh Devisa, Seperempat Perhatian?
Editorial. (Podiumnews)

PADA panggung Bali & Beyond Travel Fair (BBTF) 2025, Gubernur Bali Wayan Koster kembali mengingatkan satu fakta yang sering luput dari radar kebijakan nasional: Bali dengan segala keterbatasannya sebagai sebuah pulau kecil menyumbang hampir separuh devisa pariwisata Indonesia. Sebuah kontribusi yang sangat besar, namun selama ini belum sepenuhnya dibalas dengan perlakuan yang adil dan proporsional dari pemerintah pusat.

Data yang disampaikan Koster bukan klaim kosong. Tahun 2024 mencatat 6,4 juta wisatawan datang ke Bali, menyumbang sekitar 44 persen dari total devisa pariwisata nasional, dan menopang 66 persen perekonomian daerah. Artinya, nyaris seluruh denyut ekonomi Bali berkelindan dengan pariwisata. Ketika sektor ini terguncang, seluruh sendi kehidupan masyarakat Bali ikut goyah.

Maka wajar jika Gubernur menuntut insentif khusus dari pemerintah pusat. Insentif bukan semata bantuan keuangan, tetapi bisa berupa afirmasi kebijakan, dukungan infrastruktur, hingga perlindungan sosial-ekonomi bagi masyarakat yang terdampak fluktuasi sektor ini. Jika Bali terus dibiarkan berjuang sendiri, sementara kontribusinya untuk negeri begitu besar, maka ketimpangan pusat-daerah hanya akan makin menganga.

BBTF 2025 yang dihadiri lebih dari seribu pelaku industri dari 46 negara menjadi bukti bahwa Bali tak pernah kekurangan daya tarik. Namun daya tarik itu tidak muncul tiba-tiba. Ia tumbuh dari kerja kolektif, dari upaya merawat budaya, dari filosofi hidup masyarakat yang menyeimbangkan pariwisata dengan kesakralan alam dan tradisi. Di sinilah letak tantangan sebenarnya: membangun pariwisata yang bukan hanya laku dijual, tapi juga layak diwariskan.

Semangat keberlanjutan yang digaungkan BBTF 2025 patut diapresiasi. Bahwa pariwisata bukan sekadar angka transaksi, melainkan ruang kolaborasi dan pelestarian. Tetapi kolaborasi hanya mungkin terwujud bila keadilan hadir. Dan keadilan hanya mungkin dirasakan bila negara benar-benar hadir, bukan hanya saat panen devisa, tapi juga saat ladangnya butuh pupuk perhatian.

Sudah saatnya pemerintah pusat melihat Bali bukan hanya sebagai mesin pencetak devisa, melainkan sebagai mitra strategis yang perlu didukung secara nyata. Separuh devisa pariwisata datang dari sini, setidaknya berikan seperempat perhatian yang tulus. (*)

Baca juga :
  • Pendidikan: Komitmen yang Tak Boleh Goyah
  • Prioritaskan Selamat, Bukan Cepat
  • Bali Tergantung Satu Jalur