Search

Home / Kolom / Editorial

Bersih Itu Bukan Seremonial

Editor   |    18 Juni 2025    |   05:58:00 WITA

Bersih Itu Bukan Seremonial
Editorial. (Podiumnews)

LANGKAH Inspektorat Daerah Provinsi Bali melakukan monitoring terhadap pelaksanaan pembatasan plastik sekali pakai dan pengelolaan sampah berbasis sumber patut diapresiasi. Di tengah euforia kampanye kebersihan yang kerap berhenti di baliho dan jargon, langkah konkret ini menegaskan satu hal mendasar: bersih itu bukan seremonial, tetapi komitmen yang dijalankan hari demi hari.

Kunjungan langsung ke berbagai OPD dan kantor kecamatan di Kota Denpasar menunjukkan pendekatan yang tidak hanya administratif, tetapi juga partisipatif. Inspektorat Daerah tidak semata-mata memeriksa dokumen, melainkan mengamati praktik keseharian: apakah sampah dipilah, apakah plastik benar-benar dibatasi, dan apakah ASN membawa tumbler seperti yang diwajibkan. Ini bukan pengawasan dalam arti sempit, melainkan bagian dari transformasi perilaku birokrasi menuju pemerintahan yang bertanggung jawab secara ekologis.

Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang pembatasan plastik sekali pakai dan Pergub Nomor 47 Tahun 2019 tentang pengelolaan sampah berbasis sumber bukanlah regulasi yang lahir dari angan. Keduanya lahir sebagai respon atas krisis lingkungan yang nyata. Bali, yang hidup dari alam dan pariwisata, tidak bisa menutup mata pada tumpukan sampah yang semakin sulit dikendalikan, terutama sampah plastik yang merusak ekosistem laut dan darat.

Namun, sebaik apa pun aturan, akan menjadi sia-sia jika tidak diawasi pelaksanaannya. Itulah mengapa kehadiran Inspektorat sebagai pengingat sekaligus penggerak sangat strategis. Dalam banyak kasus, aturan bagus bisa mandek hanya karena tidak ada yang mengecek dan menagih implementasinya secara serius. Kini, upaya itu mulai berjalan.

Tentu, masih banyak tantangan. Monitoring di Denpasar baru langkah awal. Evaluasi yang sama harus menjangkau seluruh kabupaten/kota di Bali, dengan pendekatan yang sama teliti namun solutif. Pemantauan tidak berhenti pada pemerintah, tetapi ke depan harus diperluas hingga menyentuh sekolah, pasar tradisional, tempat ibadah, hingga rumah tangga.

Gerakan Bali Bersih Sampah, sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Nomor 09 Tahun 2025, akan kehilangan daya dorong jika tidak dibarengi pengawasan yang sistematis dan tindak lanjut yang nyata. Monitoring yang dilakukan saat ini adalah fondasi agar gerakan tersebut benar-benar hidup dan bermakna, bukan sekadar seremoni tahunan yang dilupakan keesokan harinya.

Akhirnya, yang sedang diuji bukan sekadar kedisiplinan ASN, melainkan juga konsistensi kita sebagai masyarakat Bali dalam menjaga tanah yang diwariskan leluhur. Sebab menjaga kebersihan bukan hanya kewajiban ekologis, tetapi bagian dari etika hidup. Dan etika, seperti halnya lingkungan, tidak bisa dijaga dengan kata-kata saja. (*)

Baca juga :
  • Remaja Tanpa Arah, Negara Tanpa Pelindung?
  • Rasa Aman yang Terpinggirkan
  • Ekraf: Jalan Baru Bali Menata Ulang Arah