Search

Home / Kolom / Opini

Terjerat Kabel Wifi

Editor   |    28 Juni 2025    |   11:14:00 WITA

Terjerat Kabel Wifi
Gembong Ismadi. (dok/pribadi)

HAJI Muslih refleks melepas pegangan tangannya pada kemudi sepeda motor. Malam yang gelap di jalan kampung, dia terguling di aspal. Selain cedera di beberapa bagian tubuh, bekas jeratan di lehernya terlihat jelas. Jeratan jaringan kabel operator wifi yang melintang rendah di jalan meninggalkan jejas, luka, dan terasa hampir memutus tenggorokannya.

Dia mengumpat, tapi tidak tahu harus ke mana dan ke siapa minta pertanggungjawaban. Ketidaktahuan karena ketidakjelasan perusahaan yang mengoperasikan jaringan wifi yang membuatnya celaka.

Kecelakaan yang dipicu kabel operator wifi ini, dampak dari semrawutnya pemasangan jaringan yang berorientasi komersial tersebut di Kabupaten Jembrana. Ekspansi pemasangan jaringan yang mengesampingkan estetika dan keselamatan, merambah hingga ke desa-desa. Suara keberatan dan kekhawatiran dari masyarakat tidak menghentikan berdirinya tiang dan kabel jaringan wifi yang serampangan.

Belum adanya regulasi yang kuat di daerah membuat operator wifi leluasa memasang infrastruktur mereka. Telajakan jalan yang di beberapa permukiman diperindah dengan taman oleh warga, tidak luput dari menjamurnya tiang wifi. Percuma komplain kepada pekerja karena mereka mengaku hanya vendor dari perusahaan yang mengoperasikan wifi.

Kalaupun pekerja pergi karena diprotes keras, tidak berarti menghentikan pemasangan tiang dan kabel di lokasi tersebut. Mereka hanya menunggu warga yang protes tidak ada di lokasi, lalu dengan cepat memasang tiang di tempat yang sama. Terasa konyol, lucu, dan akal-akalan.

Kota Negara yang merupakan ibu kota Kabupaten Jembrana, lebih semrawut lagi dengan kabel operator wifi yang melintang di atas jalan. Pemandangan ini kontradiktif dengan razia penertiban reklame atau pedagang kaki lima oleh pemerintah setempat dengan tujuan menjaga estetika kota.

Peraturan Daerah

Meskipun jaringan internet sudah menjadi kebutuhan, bukan berarti pembangunan infrastrukturnya dibiarkan liar. Pemenuhan atas izin bagi operator wifi dari institusi pemerintah pusat tidak serta-merta menghilangkan tanggung jawab pemerintah daerah untuk membuat regulasi.

Sebagai penguasa wilayah, pemerintah daerah punya hak melindungi keselamatan warganya. Punya hak menjaga estetika wilayahnya. Undang-Undang Nomor 36 tentang Telekomunikasi memberi peluang bagi daerah membuat peraturan daerah.

Kabar terkini, sejumlah pemerintah kabupaten/kota di Bali, termasuk Jembrana, mulai menginventarisasi hal-hal yang berkaitan dengan beroperasinya operator wifi di wilayah masing-masing. Para elite pemerintahan yang memegang kuasa untuk membuat regulasi di daerah, rupanya mulai gerah juga dengan kesemrawutan infrastruktur milik penyedia jaringan internet.

Untuk mengatasi kabel serat optik yang melintang tidak karuan di atas jalan, tampaknya semua pihak sepakat melalui metode kabel bawah tanah. Metode itu sebagai solusi mencegah kota dan desa menjadi belantara tiang dan kabel operator wifi.

Jika menggunakan sistem pembangunan jaringan di bawah tanah, regulasi tersebut harus jelas mengatur teknis yang detail dan tidak multitafsir. Tanpa aturan teknis yang detail, bisa jadi akan muncul masalah baru. Jalan-jalan menjadi rusak karena penggalian infrastruktur jaringan wifi.

Karena pertumbuhan konstruksi tiang dan kabel penyedia layanan internet tumbuh dengan cepat, pemerintah daerah juga harus mengimbangi dengan segera membuat regulasi. Pembiaran yang terlalu lama akan memicu aturan sulit diterapkan karena hitung-hitungan untung rugi dari pengusaha jasa layanan internet.

Bagaimanapun, mengubah jaringan infrastruktur dari atas tanah menjadi di bawah tanah akan membutuhkan investasi atau modal tambahan bagi mereka. Tapi sebuah peraturan perundang-undangan yang melindungi rakyat sudah semestinya diterapkan dengan paksaan sebagaimana hakikat dari suatu aturan.

Dengan peraturan daerah pula, akan jelas posisi dan jumlah infrastruktur serta identitas perusahaan operator wifi yang beroperasi. Sehingga saat terjadi gangguan keselamatan pada warga, akan jelas alur pertanggungjawabannya. Selain itu, juga ada potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari perusahaan jenis ini, bukan?

Gembong Ismadi (Jurnalis tinggal di Jembrana, Bali)

Baca juga :
  • Bali Terdampak Geopolitik Timur Tengah
  • Kurikulum Cinta
  • Wisuda yang Belum Sarjana