Search

Home / Kolom / Opini

Bali dalam Sorotan Media Global

Nyoman Sukadana   |    22 Juli 2025    |   18:59:00 WITA

Bali dalam Sorotan Media Global
Menot Sukadana. (dok/pribadi)

SEBAGAI destinasi pariwisata internasional, Bali tak pernah sepi dari sorotan. Pulau ini bukan sekadar tempat liburan, tetapi juga panggung global yang terus diawasi, dinilai, dan diberitakan. Di era digital saat ini, sorotan itu tak lagi datang hanya dari media besar, tapi juga dari netizen asing, travel vlogger, dan portal berita berbasis luar negeri yang beroperasi di Bali. Dampaknya, satu kejadian lokal bisa langsung menjadi konsumsi internasional bahkan sebelum masyarakat Bali sendiri sempat memahami konteksnya secara utuh.

Penelusuran penulis menemukan adanya sejumlah website berbentuk portal berita berbahasa asing yang beralamat kantor di Bali dan dikelola oleh orang asing. Mereka memproduksi konten rutin, menyasar komunitas ekspatriat dan pembaca global. Di satu sisi, kehadiran mereka menunjukkan tingginya atensi terhadap Bali. Namun di sisi lain, hal ini mengundang pertanyaan mendasar: narasi siapa yang sedang disebarkan? Untuk kepentingan siapa informasi itu dibingkai?

Dalam pandangan Marshall McLuhan, media adalah perpanjangan dari indera manusia. Ketika yang memproduksi dan menyebarkan informasi tentang Bali adalah media asing, maka yang terjadi adalah perpanjangan cara pandang Barat terhadap Bali. Inilah yang menjadikan framing informasi menjadi sangat penting. Media bisa membentuk realitas, bukan sekadar mencerminkannya. Jika media luar menampilkan Bali secara sepihak, maka dunia pun melihat Bali dengan kacamata yang tidak utuh.

James Carey, tokoh komunikasi budaya, mengingatkan bahwa komunikasi bukan hanya soal menyampaikan informasi, tapi tentang membangun makna bersama dalam sebuah komunitas. Maka penting sekali agar makna tentang Bali dibentuk oleh warga Bali sendiri, melalui media lokal yang kuat dan berdaya. Bukan sebaliknya, didikte oleh narasi luar yang belum tentu memahami nilai-nilai lokal dan konteks sosial budaya masyarakat Bali.

Bali memerlukan industri media digital yang sehat, profesional, dan berakar secara kultural. Media siber lokal harus menjadi garda depan dalam menyajikan informasi yang faktual dan berimbang, sekaligus mampu meng-counter misinformasi dan framing negatif yang beredar di media asing atau media sosial global. Mereka yang hidup di sini, menyatu dengan masyarakat Bali, tentu lebih paham cara menyampaikan peristiwa dengan perspektif lokal yang adil.

Namun media lokal tidak bisa berjalan sendiri. Pemerintah perlu hadir, bukan sekadar sebagai regulator, tetapi juga sebagai fasilitator dan mitra strategis. Dukungan terhadap pertumbuhan media siber lokal sangat dibutuhkan, baik dalam bentuk pelatihan, insentif, kemudahan akses teknologi, maupun regulasi yang berpihak pada media yang kredibel dan bertanggung jawab.

Di tengah derasnya arus informasi global, Bali tidak boleh hanya menjadi objek sorotan. Bali harus punya suara sendiri, narasi sendiri, dan media sendiri yang bisa berbicara kepada dunia. Hanya dengan begitu, Bali tetap bisa berdiri tegak sebagai destinasi yang bukan hanya indah secara visual, tetapi juga kuat secara narasi dan identitas. (*)

Menot Sukadana (Jurnalis & Pegiat Media di Bali)

Baca juga :
  • Perintis? Ah kita semua pewaris..!
  • Saat Murid Lebih Canggih dari Guru
  • Belajar Bahagia dari Indonesia