Search

Home / Kolom / Editorial

Triliunan untuk Jalan Bali

Podiumnews   |    06 September 2025    |   17:32:00 WITA

Triliunan untuk Jalan Bali
Editorial. (Podiumnews)

PEMERINTAH pusat akhirnya mengetuk palu untuk Bali. Usulan anggaran pembangunan infrastruktur strategis senilai Rp1,549 triliun disetujui oleh Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo dalam pertemuan dengan Gubernur Wayan Koster di Jakarta pada awal September 2025. Kabar ini menjadi angin segar bagi masyarakat yang selama ini berhadapan dengan kemacetan, ketimpangan akses, dan keterbatasan pembangunan.

Di balik angka triliunan itu tersimpan harapan besar. Anggaran tersebut tidak hanya menghadirkan beton, aspal, atau gedung baru. Lebih dari itu, ia menjadi simbol keseriusan negara memastikan Bali tidak tertinggal dalam pembangunan. Pulau kecil yang selama ini menjadi jendela Indonesia bagi dunia kini mendapat perhatian nyata.

Proyek utama yang kembali dilanjutkan adalah shortcut Singaraja–Mengwitani dengan nilai Rp773 miliar. Jalan ini penting untuk membuka keterisolasian Buleleng. Bagi masyarakat, shortcut bukan sekadar mempercepat perjalanan, tetapi juga pintu bagi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang lebih terbuka.

Selain proyek lama, ada usulan baru senilai Rp776 miliar yang juga disetujui pusat. Salah satunya pembangunan gedung parkir di kawasan Pura Batur dengan anggaran Rp250 miliar pada 2026. Gedung ini diproyeksikan mengurai kemacetan saat Ngusaba Purnama Kedasa yang setiap tahun menyatukan ribuan umat.

Proyek lain yang disetujui adalah underpass Jimbaran senilai Rp354 miliar pada 2026. Kehadiran underpass ini diharapkan mengurai kemacetan jalur wisata Bali Selatan. Jembatan baru Nusa Ceningan–Lembongan juga disetujui dengan anggaran Rp112 miliar, yang akan meningkatkan mobilitas warga dan wisata kepulauan.

Pemerintah pusat juga menyetujui pembangunan Embung Tukad Unda senilai Rp60 miliar. Embung ini penting untuk memenuhi kebutuhan air di Kawasan Pusat Kebudayaan Bali. Proyek ini menegaskan bahwa pembangunan tidak hanya untuk pariwisata, tetapi juga untuk kebutuhan dasar masyarakat.

Rangkaian proyek tersebut menunjukkan arah pembangunan yang lebih seimbang. Bali kini tidak hanya dipoles untuk wisatawan, tetapi juga ditata bagi kenyamanan warga. Infrastruktur yang menyentuh ritual, konektivitas, dan kebutuhan air memberi pesan bahwa keseimbangan daratan dan kepulauan mulai diperhatikan.

Gubernur Wayan Koster menyebut persetujuan pusat sebagai restu alam. Namun restu masyarakat tetap menjadi kunci utama. Pembangunan harus hadir nyata dalam wujud jalan yang aman, upacara yang tertib, air yang cukup, dan wilayah yang lebih adil dalam menikmati pembangunan.

Astungkara, dukungan pusat ini menjadi peluang emas. Namun dana besar tidak otomatis menjamin keberhasilan. Transparansi, pengawasan, dan mutu harus dijaga. Jalan, jembatan, dan embung harus menjadi warisan bagi generasi mendatang, bukan sekadar proyek yang lekas usang.

Infrastruktur bukan tujuan akhir. Ia adalah sarana untuk kehidupan masyarakat yang lebih tertata, pariwisata yang lebih berkualitas, dan budaya yang tetap terjaga. Triliunan rupiah dari pusat adalah kepercayaan sekaligus tanggung jawab. Harapan kita, jalan-jalan yang dibangun tidak hanya memudahkan wisatawan, tetapi juga menjadi jalan pulang yang nyaman bagi rakyat Bali sendiri. (*)

Baca juga :
  • Alarm Alam Bali
  • Dari Kunjungan ke Perubahan
  • Tata Ruang yang Lupa pada Air