Podiumnews.com / Kolom / Jeda

Menunggu Waktu Tumbuh

Oleh Nyoman Sukadana • 18 September 2025 • 18:40:00 WITA

Menunggu Waktu Tumbuh
Menot Sukadana. (dok/pribadi)

KAMIS siang.
Langit berawan tipis.
Saya bertemu AW.

Kami berbincang tentang buku. Tentang penerbitan yang tertunda. Tentang halaman-halaman yang masih menunggu untuk dilahirkan. Dari percakapan yang kecil itu, obrolan bergeser pada sesuatu yang lebih luas: Podium Ecosystem.

Saya sebutkan lima tahun. Mungkin tujuh. Waktu yang panjang untuk sebuah rencana.

Di Bali, waktu tidak dipahami sebagai garis lurus. Ia sebuah lingkaran, sebuah putaran. Tidak ada yang benar-benar datang terlambat. Tidak ada yang benar-benar berakhir.

Namun tetap saja, menyebut angka sepuluh miliar terasa berlebihan. Sedangkan yang saya miliki hari ini hanya cukup untuk membeli sebuah motor bekas.

Lalu saya ingat, saya tidak mulai dari nol. PodiumNews sudah berdiri. Masih rapuh, tetapi bernapas. Ada kantor kecil di Dalung. Ada lahan dua belas are di Mengwi.

Artinya, separuh lebih dari kebutuhan sudah ada dalam genggaman.

Sisanya hanyalah waktu. Kerja yang konsisten. Kesabaran yang tidak boleh berhenti di tengah jalan.

Saya katakan pada AW, langkah kecil sudah ditempuh. UrbanBali sedang disiapkan. Podium Kreatif telah berdiri, walau masih perlu dipoles. Buku-buku yang saya tulis, diam-diam ikut menjadi batu bata pertama.

Tiga situs saya rawat, agar tetap hidup.

Buku yang semula hendak dicetak saya tunda. Biarlah ia menunggu di meja kerja. Di Bali ada istilah desa kala patra: setiap hal berjalan sesuai tempat, waktu, dan keadaan.

Percakapan kami perlahan mereda. Hujan tipis jatuh di luar. Gelas di meja sudah kosong. Kami berpisah sebelum sore benar-benar tiba.

Saya pulang dengan rasa ganjil. Bahwa rencana ini bukan semata urusan modal dan bangunan. Ia lebih dari itu.

Ia adalah kepercayaan pada benih yang ditanam.

Di Bali, ada keyakinan tentang tanam tuwuh. Bahwa apa pun yang ditanam dengan niat jujur, suatu hari akan tumbuh. Meski pelan. Meski tak kasat mata.

Saya percaya, Podium Ecosystem adalah bagian dari benih itu. Ia tidak jatuh dari langit. Ia tumbuh dari tanah, dari keringat, dari keyakinan yang dirawat.

AW hanya mengangguk. Ia paham, yang saya ucapkan bukan semata proyek. Lebih tepat disebut laku. Semacam upacara yang sunyi.

Di rumah, hujan masih turun. Tanah basah. Di balik tanah itu, akar sedang mencari jalannya. Tidak terlihat, tetapi kita tahu proses itu sedang berlangsung.

Mungkin di situlah inti sebuah perjalanan. Bukan pada hasil yang langsung terukur, melainkan pada kesediaan untuk tetap berjalan.

Bali selalu mengajarkan kesabaran. Gunung tidak terbentuk dalam semalam. Pura tidak dibangun dalam sehari. Hidup pun tidak selesai hanya dengan sebuah keputusan.

Saya menutup hari dengan perasaan ringan. Meski jalan panjang, meski modal terbatas, ada sesuatu yang tetap menyala.

Sebuah keyakinan sederhana: bahwa menanam, entah di tanah atau di pikiran, suatu saat akan berbuah.

Dan perjalanan itu layak dijalani. (*)

Menot Sukadana