SETIAP orang memiliki jalan hidup yang tidak selalu bisa ditebak. Bagi Ir Supriyanta MP, jalan itu terbentang di pematang sawah, berliku bersama butir padi yang tidak pernah selesai diteliti. Di usianya yang matang sebagai dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), ia memilih satu kata kunci yang menjadi arah hidupnya: breeding. “Bagi saya pemuliaan itu long life breeding. Jadi selama hidup, saya terus belajar dan menghasilkan varietas. Itu bukan pekerjaan sesaat, tapi perjalanan panjang,” ucapnya, Jumat (19/9/2025) di Yogyakarta. Kedekatan Supriyanta dengan sawah sudah tumbuh sejak kecil. Ia berasal dari keluarga yang sehari-hari berkutat dengan tanah, lumpur, dan benih padi. Ayah dan pamannya bekerja di sektor pertanian, sehingga sejak kecil ia terbiasa membantu pekerjaan sederhana di sawah sebelum berangkat sekolah. Dari pengalaman itu, ia merasakan langsung beban hidup petani: teriknya matahari, kerasnya tanah, hingga cemasnya menanti panen. Kesadaran itu menanamkan tekad, suatu hari ia ingin menciptakan varietas unggul yang bisa membuat petani lebih sejahtera. “Saya tahu persis bagaimana rasanya jadi petani. Itu bukan tantangan, tapi bagian dari hidup saya,” kenangnya. Tekad masa kecil itu menemukan pijakan saat ia kuliah di Fakultas Pertanian UGM. Di bangku kuliah, ia bertemu para mentor yang membuka cakrawala baru, salah satunya almarhum Prof Dr Ir Soemartono Sastrowinoto. Dari dosen inilah ia pertama kali mengenal penelitian padi, dan perjumpaan itu menjadi titik balik. “Ketika bertemu Pak Martono, saya tiba-tiba mantap memilih padi sebagai bidang penelitian. Itu titik balik saya,” katanya. Sejak saat itu, jalan hidupnya semakin jelas: pemuliaan padi bukan hanya bidang studi, melainkan jalan pengabdian. Namun perjalanan itu bukan tanpa hambatan. Bagi Supriyanta, penelitian di laboratorium maupun uji lapangan justru terasa menyenangkan. Tantangan terbesar justru muncul saat proses pelepasan varietas. Prosedurnya panjang, biayanya tidak sedikit, dan sering kali melelahkan. “Kalau soal pemuliaan saya jalani dengan enjoy. Karena bagi saya itu kehidupan. Yang lebih rumit justru saat pelepasan varietas. Selain prosedurnya panjang, biayanya juga besar,” ungkapnya. Meski begitu, ia tidak pernah surut langkah. Setiap rintangan ia pandang sebagai bagian dari jalan panjang seorang breeder. Untuk menggambarkan pandangan itu, Supriyanta sering menggunakan analogi kapal tua. Kapal itu pasti akan mengalami kebocoran, namun selama ada pompa yang membuang air, kapal tetap bisa berlayar. “Selama kecepatan kita memompa lebih besar dari air yang masuk, kapal akan tetap berjalan. Begitu juga pemuliaan, selalu ada tantangan, tapi kita harus terus bergerak,” ujarnya. Filosofi sederhana itu ia bawa dalam setiap penelitian, seakan menjadi kompas moral yang menuntunnya melampaui badai kesulitan. Bagi Supriyanta, pemuliaan padi bukanlah sekadar profesi. Ia memaknainya sebagai ibadah. Setiap penelitian, setiap uji coba, setiap benih yang ditanam ia arahkan untuk memberi manfaat nyata bagi masyarakat, khususnya petani. “Saya selalu berpikir bagaimana varietas ini bisa menjawab tantangan petani. Bagi saya, ilmu harus kembali ke masyarakat,” tegasnya. Karena itu, ia tidak pernah memandang pekerjaannya sebagai rutinitas akademik belaka, melainkan ikhtiar spiritual yang ia dedikasikan untuk kebahagiaan petani. Kini, ketika varietas Gamagora 7 mulai dikenal luas, Supriyanta menyimpan harapan yang sama seperti saat masih kecil di sawah. Ia ingin padi hasil karyanya benar-benar membawa kebahagiaan bagi petani, sekaligus berkontribusi pada ketahanan pangan nasional. “Saya sudah mewakafkan hidup saya untuk petani. Harapan saya Gamagora 7 bisa terus berkembang dan benar-benar membawa kebahagiaan bagi mereka,” tutupnya. Di tangan Supriyanta, pemuliaan padi bukanlah pekerjaan teknis yang selesai dalam satu siklus penelitian. Ia memaknainya sebagai long life breeding, sebuah perjalanan seumur hidup yang tidak memiliki garis akhir. Selama sawah tetap ditanami padi dan petani masih menaruh harapan pada bulir gabah, di situlah hidupnya menemukan arti. (riki/sukadana)
Baca juga :
• Layar Besar, Harapan Anak Tunanetra
• Ruang Kelas dan Janji Pemulihan
• Dari Warung Pinggiran Kota ke Kampus Elite Dunia