Podiumnews.com / Khas / Karya Usaha

Aroma Kopi Difabel yang Menghangatkan Galungan

Oleh Nyoman Sukadana • 16 November 2025 • 18:18:00 WITA

Aroma Kopi Difabel yang Menghangatkan Galungan
Ibu Putri Koster berbincang hangat dengan barista difabel Difel Cafe Gantari Jaya saat Pasar Murah Galungan di depan Kantor Gubernur Bali. (foto/sukadana)

AROMA kopi panas terangkat perlahan dari sebuah meja sederhana di sudut Pasar Murah Menyambut Galungan, Minggu pagi (16/11/2025) itu. Di tengah hiruk-pikuk pembeli yang bergerak seperti aliran sungai kecil di depan Kantor Gubernur Bali, Renon, sekelompok pemuda difabel dari Difel Cafe Gantari Jaya menata gelas kertas sambil menjaga senyum yang tak pernah benar-benar hilang dari wajah mereka. Ada kecanggungan, ada kerendahan hati, tetapi lebih dari itu ada keyakinan bahwa karya mereka layak hadir dalam keramaian hari raya.

Gubernur Bali Wayan Koster dan Ibu Putri Suastini Koster datang meninjau pasar murah. Namun langkah keduanya terhenti ketika melihat meja kecil tempat kopi diseduh para difabel itu. Ibu Putri Koster mendekat, bertanya pelan, lalu membeli tanpa banyak jeda. Dalam hitungan menit, 100 cup kopi diborong. Suasana berubah; para barista difabel itu saling menatap sambil tersenyum lebar, seolah dunia memberi ruang lebih luas dari biasanya.

Bagi I Nyoman Juniartha, Ketua KUBE Gantari Jaya, momen itu bukan sekadar transaksi. “Kami merasa dihargai. Walaupun dengan keterbatasan, kami tetap bisa berkarya dan tidak bergantung pada orang lain,” tuturnya. Ia telah lama mempercayai bahwa kopi bukan hanya soal rasa, melainkan jalan menuju kemandirian. Di balik keterbatasan fisik, mereka membangun ruang kerja yang jujur dan penuh daya.

Karya mereka bahkan tidak berhenti pada secangkir kopi. Dari ampas yang biasa dibuang, mereka menciptakan dupa. “Yang kami pakai ampas dari mesin barista. Sudah kami diskusikan dengan pemuka agama,” ujar Juniartha sambil menunjukkan tangan yang telah terbiasa menyentuh panas mesin kopi dan dingin bahan dupa. Dari limbah menjadi wewangian, dari sisa menjadi makna. Kreativitas itu seperti doa yang bekerja dalam diam.

Ibu Putri Koster tampak kagum ketika mendengarnya. Ia memberi saran agar proses pembuatan dupa menghindari bahan kimia. Nasihat yang disambut dengan anggukan tulus. Di momen singkat itu, terasa bahwa perhatian pemimpin dapat menjadi jembatan kecil bagi mereka yang berjalan pelan di pinggir jalan kehidupan.

Tidak lama kemudian, Gubernur dan Ibu Putri Koster membeli 25 cup kopi dari UMKM lain. Semua kopi itu dibagikan gratis kepada pengunjung pasar. Orang-orang yang menerima cangkir kopi itu tersenyum tanpa tahu cerita penuh di baliknya. Namun hangatnya sampai juga kepada mereka, sebagaimana hangat Galungan yang selalu datang membawa pesan kemenangan dharma.

Pasar Murah Galungan kali ini melibatkan 50 UMKM binaan Pemprov Bali, Bank Indonesia, BPD, dan OJK. Deretan kebutuhan hari raya tersaji di meja-meja panjang: canang, buah-buahan, daging, telur, busana adat. Dari sekian banyak yang ditawarkan, canang ceper menjadi primadona karena dijual dengan harga Rp157 untuk 15 buah. Angka kecil untuk makna yang besar. Begitu pula kopi para difabel: secangkir sederhana yang menyimpan cerita panjang tentang kemandirian.

Gubernur Koster menyampaikan bahwa pasar murah digelar untuk membantu masyarakat mendapatkan harga terjangkau sekaligus menekan inflasi. “Masyarakat antusias berbelanja. Saya kira ini sangat membantu,” ujarnya. Namun pagi itu, selain angka inflasi, ada hal lain yang tak kalah penting: ruang kecil tempat semangat difabel disaksikan dan dirayakan.

Galungan adalah perayaan kemenangan dharma, dan di sudut pasar murah itu dharma tampak hadir dalam bentuk paling sederhana. Ia hadir dalam secangkir kopi yang dibuat oleh tangan-tangan yang mungkin tampak rapuh, tetapi sebenarnya kuat menjaga martabat. Ia hadir pada senyum para barista difabel yang merasakan bahwa karya mereka dihargai tanpa syarat. Ia hadir pada aroma kopi yang melayang pelan dan menghangatkan udara.

Aroma itulah yang menghangatkan Galungan pagi itu. Tidak menggelegar, tidak meriah, tetapi tenang dan lembut seperti doa yang dipanjatkan dalam hati. Aroma yang menegaskan bahwa setiap manusia, apa pun keterbatasannya, memiliki ruang untuk tumbuh dan memberi makna.