Search

Home / Aktual / Politik

Kejahatan Digital Marak, Negara Kedodoran Atur SIM Card

Nyoman Sukadana   |    20 September 2025    |   19:19:00 WITA

Kejahatan Digital Marak, Negara Kedodoran Atur SIM Card
Ilustrasi tumpukan kartu SIM yang beredar bebas di pasaran, menjadi sorotan terkait maraknya kejahatan digital. (podiumnews)

JAKARTA, PODIUMNEWS.com - Kejahatan digital dengan berbagai modus kian marak di Indonesia. Persoalan ini disebut semakin sulit dikendalikan lantaran negara kedodoran dalam mengatur kepemilikan SIM card yang menjadi pintu masuk utama tindak kejahatan berbasis teknologi.

Anggota Komisi I DPR RI Taufiq R Abdullah mengungkapkan, perkembangan teknologi yang sangat cepat tidak diimbangi dengan kemampuan pemerintah melakukan adaptasi regulasi. Akibatnya, kejahatan digital seperti penipuan melalui SMS, WhatsApp, hingga penyebaran hoaks semakin variatif dan sulit dikendalikan.

“Perkembangan teknologi yang terlalu cepat, ada proses adaptasi masyarakat yang tertinggal, proses adaptasi negara dalam hal ini pemerintah untuk melakukan pengaturan ini semua memang agak kedodoran. Ini dialami oleh hampir semua negara,” kata Taufiq melalui keterangan tertulis, Jumat (19/9/2025).

Ia menilai salah satu akar persoalan adalah maraknya SIM card yang beredar bebas tanpa kejelasan identitas pemilik. Banyak kartu sudah terverifikasi atas nama seseorang, tetapi tidak jelas siapa pemilik sebenarnya. Kondisi ini menjadi celah bagi pelaku kejahatan digital untuk melakukan aksinya dengan aman.

Sebagaimana diketahui, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid pada Mei 2025 menyebut jumlah kartu SIM aktif di Indonesia mencapai 315 juta unit, melebihi populasi penduduk sekitar 280 juta jiwa. Pemerintah berencana menata ulang sistem registrasi, termasuk membatasi satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) hanya dapat dipakai untuk tiga nomor.

Taufiq menegaskan pengawasan pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital (Komdigi), masih lemah. Padahal, operator selular bekerja dengan regulasi yang ditetapkan pemerintah. Menurutnya, perbaikan hanya bisa dilakukan dengan kolaborasi antar lembaga, mulai dari Komdigi, BIN, POLRI, hingga BSSN.

“Kita tidak membatasi jumlah akun, tidak membatasi jumlah SIM card, tapi bagaimana dari sisi identitas pemilik SIM card itu jelas. Jika pemiliknya benar-benar terverifikasi, pemerintah akan dengan mudah melakukan proses pengawasan ruang digital sekaligus melindungi masyarakat,” ujarnya.

Ia menambahkan, lemahnya sistem pengawasan membuat masyarakat sering menjadi korban. Dalam kasus penyebaran hoaks, orang yang ditangkap justru kerap bukan pelaku utama, melainkan pihak yang tidak tahu menahu.

“Sekarang dunia sudah borderless, proses jual beli SIM card antar negara sudah terjadi. Karena itu saya menuntut operator selular ikut mengawasi hal ini,” pungkasnya.

(riki/sukadana)

Baca juga :
  • Banggar DPR Akui Gaya Koboi Menkeu Tokcer
  • Iklan Pemerintah di Bioskop Dinilai Ulangi Pola Orde Baru
  • Presiden Prabowo Lantik Menteri Baru dalam Reshuffle Ketiga