RUANG kelas 9A di Sekolah Luar Biasa (SLB) A Pembina Tingkat Nasional Jakarta siang itu terasa berbeda. Bukan hanya karena suasana cerah dari jendela, melainkan karena sebuah layar besar yang terpampang di depan kelas. Layar itu bukan papan tulis biasa. Namanya Papan Interaktif Digital atau Interactive Flat Panel (IFP). Saat ujung jari Gress Saputra, murid tunanetra kelas 9A, menyentuh layar dan suara mesin membacakan kata-kata yang muncul, kelas pun menjadi saksi lahirnya cara belajar baru. “Ini pertama kalinya saya menggunakan Papan Interaktif Digital untuk belajar. Ternyata ada sistem Androidnya, jadi bisa dipakai dengan talkback untuk tunanetra seperti saya,” kata Gress dengan wajah bersemangat. Talkback, fitur pembaca layar berbasis suara, memungkinkan penyandang tunanetra mengetahui apa yang sedang ditampilkan di layar. Sentuhan jari di atas permukaan kaca seketika berubah menjadi suara yang membimbing. Bagi Gress, pengalaman itu lebih dari sekadar mencoba teknologi baru. Ia merasa mendapatkan kesempatan untuk belajar seperti teman-temannya, tanpa batas gelap yang biasanya menghalangi. “Sangat bisa digunakan oleh tunanetra,” ujarnya singkat, tapi penuh keyakinan. Belajar dengan Suara dan Sentuhan Pengalaman Gress bukanlah satu-satunya. Rio, nama panggilan Andi Valerio Ahmadinejad, juga merasakan hal serupa. Murid tunanetra ini menilai papan interaktif membuat pembelajaran menjadi lebih seru. “Sama seperti handphone, hanya saja ukurannya lebih besar. Jadi lebih mudah dipakai,” ucap Rio sambil tersenyum. Karena sudah terbiasa dengan perangkat Android sehari-hari, Rio tidak perlu waktu lama untuk beradaptasi. Bahkan, ia sudah mampu membuat desain poster sederhana berkat perangkat ini. “Pesanku, jangan takut berkarya dan jangan minder menggunakan teknologi. Justru kita bisa tahu hal-hal baru dari sini,” katanya. Semangat Rio mengingatkan bahwa teknologi tidak hanya soal alat, melainkan juga soal keberanian untuk mencoba. Ia menolak pandangan bahwa tunanetra harus tertinggal. Bagi Rio, papan interaktif adalah jembatan yang menghubungkan dirinya dengan dunia pengetahuan yang lebih luas. Momentum itu hadir pada Rabu (24/9/2025), ketika SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta mendemonstrasikan pemanfaatan Papan Interaktif Digital di ruang kelas. Kehadiran perangkat ini menjadi simbol perubahan cara belajar murid disabilitas menuju dunia yang lebih inklusif dan setara. Pandangan Guru dan Suasana Kelas Fachmi Budiansyah, guru Teknologi Informasi dan Komunikasi di sekolah tersebut, mengaku papan interaktif membuat kelas lebih hidup. “Anak-anak lebih antusias. Saya bisa langsung memonitor pekerjaan mereka karena layar bisa dibagi. Tidak perlu lagi keliling ke setiap meja,” ujarnya. Di kelas kecil yang hanya berisi lima murid, papan interaktif menghadirkan suasana kolaboratif. Anak-anak diminta menjawab kuis, mencari materi pelajaran dalam bentuk video, atau mencoba menggambar digital. Suara talkback membimbing murid tunanetra, sementara tampilan visual mendukung murid dengan hambatan berbeda. Semua bisa terlibat. “Anak-anak lebih gembira belajar karena bisa mengeksplorasi,” tambah Fachmi. Baginya, teknologi ini bukan hanya alat bantu, tapi pintu masuk menuju metode pengajaran yang lebih efektif dan menyenangkan. Manfaat yang Meluas Tak berhenti di ruang kelas, papan interaktif juga dimanfaatkan untuk kegiatan sekolah lain. Kepala sekolah, Indrawati Saptariningsih, menuturkan bahwa perangkat ini digunakan untuk pendidikan jarak jauh, parenting support bersama orang tua, hingga sosialisasi Tes Kemampuan Akademik. “Jadi manfaatnya sangat banyak. Seluruh warga sekolah bisa memanfaatkannya,” kata Indrawati. Bagi orang tua, perangkat ini memberi rasa percaya bahwa anak-anak mereka tidak tertinggal. Dalam sesi parenting support, mereka bisa menyaksikan langsung bagaimana anak-anak memanfaatkan layar digital untuk belajar dan berinteraksi. Keterlibatan itu membuat orang tua merasa lebih dekat dengan proses pendidikan anak. Harapan Inklusif dari Pemerintah Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (PKPLK) Kemendikbud, Tatang Muttaqin, menyebut papan interaktif digital sebagai wujud komitmen pemerintah dalam menghadirkan pendidikan inklusif. “Kehadiran Papan Interaktif Digital mendorong layanan pendidikan tanpa kesenjangan karena semua murid memiliki kesempatan yang sama,” jelasnya. Tahun ini, pemerintah menargetkan 2.360 SLB di seluruh Indonesia akan menerima bantuan program Digitalisasi Pembelajaran berupa papan interaktif digital. Angka itu mencerminkan tekad untuk memastikan murid berkebutuhan khusus tidak tertinggal dalam arus transformasi teknologi pendidikan. Jembatan Harapan Bagi Gress dan Rio, layar interaktif itu bukan sekadar papan besar. Ia adalah jendela baru yang terbuka lebar, memberi kesempatan untuk belajar, berkreasi, dan percaya diri. Dari ujung jari yang menelusuri permukaan kaca, mereka menemukan suara yang membacakan huruf, kata, hingga kalimat. Suara itu mungkin sederhana, tapi maknanya besar: pintu menuju masa depan yang lebih inklusif. Di ruang kelas sederhana itu, papan interaktif telah menjadi lebih dari sekadar perangkat elektronik. Ia telah menjelma menjadi jembatan harapan bagi anak-anak tunanetra untuk terus melangkah, belajar, dan membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk meraih mimpi. (riki/sukadana)
Baca juga :
• Long Life Breeding: Jalan Sunyi Supriyanta Membiak Padi
• Ruang Kelas dan Janji Pemulihan
• Dari Warung Pinggiran Kota ke Kampus Elite Dunia