Search

Home / Kolom / Jeda

Ruang Jeda di Tepi Sawah

Nyoman Sukadana   |    03 Oktober 2025    |   10:54:00 WITA

Ruang Jeda di Tepi Sawah
Menot Sukadana. (dok/pribadi)

MENJELANG sore, pasar Mengwi mulai ramai. Terlihat penjual menata dagangan mereka. Aroma gorengan berpadu dengan kopi yang mengepul usai diseduh. Beberapa anak SMA melintas sambil tertawa, sepeda motor mereka berderet di tepi jalan. Lalu lintas di depan pasar mulai padat oleh warga yang pulang kerja, sebagian berhenti sejenak untuk membeli makan malam.

Saya duduk di bangku panjang dekat penjual kopi langganan. Dari tempat itu, tampak atap pasar tradisional yang sudah tua namun masih kokoh berdiri, dengan lapak makanan berjejer di sekelilingnya. Suasananya hangat dan akrab, seperti denyut kehidupan yang tak pernah padam. Setiap orang tampak sibuk dengan urusannya masing-masing, namun wajah-wajah mereka membawa ketenangan yang khas. Kesederhanaan yang tidak dibuat-buat.

Sebelum duduk di sana, saya sempat menengok lahan warisan orangtua di Desa Gulingan, sekitar tujuh ratus meter di utara Taman Ayun. Lahan itu telah lebih dari dua puluh lima tahun dirawat oleh paman di kampung. Kini, di usia yang mulai menepi, muncul keinginan kuat untuk merawatnya sendiri. Di sisi barat, matahari jatuh perlahan, memantulkan cahaya lembut di lahan pertanian. Sementara di utara, hamparan sawah membentang sejauh mata memandang, hijau dan tenang. Di sanalah pikiran saya sering kembali berlabuh.

Sore itu muncul kembali harapan yang belum terwujud. Saya ingin lahan itu menjadi ruang yang hidup, bukan hanya ditanami, tetapi juga menumbuhkan makna. Saya ingin membangun sesuatu yang sederhana namun memberi arti. Sebuah kedai kopi bernama Redaksi, tempat orang bisa singgah, berbincang, membaca, atau sekadar berdiam dalam kedamaian sore. Dari situlah saya melihat kembali peta perjalanan yang sedang saya rintis perlahan, sesuatu yang saya sebut Podium Ecosystem.

Semuanya bermula dari keyakinan bahwa media lokal harus lebih dari sekadar ruang pemberitaan. Ia seharusnya menjadi pusat kehidupan sosial, budaya, dan gaya hidup masyarakat. Dari PodiumNews yang berupaya menjaga kejernihan informasi, UrbanBali yang merangkai nilai budaya dengan napas modern, hingga Podium Kreatif yang kini diarahkan untuk membantu UMKM dan kantor desa agar mampu mengelola informasi potensi desanya secara produktif. Melalui Podium Kreatif, saya ingin mengajarkan cara desa menggunakan website dan media sosial untuk memperkenalkan potensi mereka sendiri, agar informasi tidak berhenti di papan pengumuman, tetapi bisa menggerakkan peluang ekonomi.

Saya tahu perjalanan ini tidak mudah. Saya belum memiliki modal yang cukup untuk mewujudkannya sepenuhnya. Saat ini, langkah yang bisa saya lakukan baru sebatas pembenahan website PodiumNews, UrbanBali, dan Podium Kreatif, serta menyiapkan lahan di kampung agar siap dibangun kelak. Namun setiap langkah kecil ini terasa berarti. Seperti menanam sesuatu yang akarnya pelan-pelan mencari arah.

Senja di pasar Mengwi terus menurun. Lampu-lampu lapak dagangan menyala satu per satu. Asap tipis dari sate yang dibakar menari di udara, membawa aroma yang mengingatkan pada rumah. Orang-orang berdatangan, beberapa duduk menikmati makan malam, sementara yang lain bergegas pulang. Saya menatap cangkir kopi yang mulai dingin dan merasa tenang. Ada sesuatu yang lembut dalam hiruk pikuk sore itu, seperti pesan halus yang datang dari dalam diri. Semua yang besar selalu bermula dari langkah kecil.

Podium Ecosystem bagi saya bukan sekadar proyek bisnis. Ia adalah perjalanan hidup yang perlahan menemukan bentuknya. Ia tumbuh dari keyakinan bahwa yang sederhana bisa memberi makna, bahwa yang kecil bisa menjadi cahaya. Dari media yang jernih, ruang kreatif yang menumbuhkan, hingga kedai kopi di tepi sawah yang kelak menjadi ruang berbagi cerita. Semua itu adalah bagian dari perjalanan untuk pulang, untuk berdamai dengan waktu, dan untuk terus percaya bahwa setiap hal baik akan tumbuh pada waktunya. (*)

Menot Sukadana

Baca juga :
  • Tentang Soto, Kejujuran, dan Cara Hidup Mengajar
  • Kantong Plastik dan Dosa yang Ringan
  • Sampah di Kepala Kita