Search

Home / Kolom / Jeda

Menanam yang Berarti

Nyoman Sukadana   |    04 Oktober 2025    |   08:46:00 WITA

Menanam yang Berarti
Menot Sukadana. (dok/pribadi)

BEBERAPA hal tak bisa diukur dengan angka, tetapi bisa dirasakan oleh hati. Hal-hal yang lahir dari keyakinan, tumbuh dari kesetiaan, dan berbuah dari pengabdian. Saya meyakini, di sanalah nilai hidup itu berdiam, di ruang-ruang kecil tempat seseorang memilih bertahan pada yang diyakininya benar, meski dunia berkata sebaliknya.

Saya menulis ini bukan untuk bercerita tentang keberhasilan, karena saya belum sampai di sana. Saya menulis ini untuk mengingatkan diri sendiri bahwa setiap langkah kecil menuju sesuatu yang diyakini baik, layak dijalani dengan sabar dan sungguh-sungguh.

Beberapa tahun terakhir saya menjalani proses yang mungkin tampak tidak biasa bagi sebagian orang: membangun sistem media lokal yang terintegrasi, yang saya beri nama Podium Ecosystem. Sebuah ekosistem yang tidak hanya berdiri untuk mencari keuntungan, tetapi untuk menanam dampak sosial yang nyata. Bagi sebagian orang, ini mungkin langkah bisnis yang berisiko. Bagi saya, ini adalah panggilan.

Saya sudah terlalu lama berada di dunia media untuk tidak menyadari betapa rapuhnya ekosistem pers lokal hari ini. Banyak media lahir dan mati tanpa arah, sebagian tumbuh tapi kehilangan ruh, sebagian lagi terjebak dalam pusaran pasar yang menelan idealisme. Saya ingin mencoba cara lain, cara yang lebih manusiawi.

Podium Ecosystem lahir dari gagasan sederhana tapi berakar dalam: bahwa media lokal harus menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, bukan sekadar tempat mengabarkan peristiwa. Bahwa media bisa berperan sebagai pengikat sosial, ruang edukasi, wadah refleksi, dan jembatan antara warga dengan dunia yang lebih luas.

Itulah sebabnya saya membangun sistem ini tidak sendirian, tetapi melalui satu per satu unit yang saling menguatkan. PodiumNews hadir sebagai jantung: media utama yang reflektif, jernih, dan kredibel. UrbanBali tumbuh sebagai sayap gaya hidup, menjembatani budaya dan modernitas.
Podium Kreatif hadir sebagai konsultan media, menjadi ruang berbagi pengalaman. Kedai Kopi Redaksi menjadi ruang fisik tempat cerita bersentuhan dengan manusia. Dan semua itu akan bertemu dalam satu titik: Podium Ecosystem, rumah besar yang menampung seluruh cita-cita kecil tentang kebaikan.

Saya tahu jalan ini tidak mudah. Tidak ada investor besar, tidak ada sokongan modal luar. Yang ada hanyalah keyakinan, kerja keras, dan keberanian untuk mempertaruhkan kenyamanan.

Saya menggunakan sebagian aset keluarga untuk membangun pondasi usaha ini. Sebuah keputusan yang tidak datang dari keberanian sesaat, tetapi dari perenungan panjang tentang makna warisan. Saya bahkan sudah menyiapkan diri untuk kemungkinan menjual rumah peninggalan orangtua yang kini saya tempati, jika suatu hari diperlukan sebagai modal agar sistem ini bisa hidup.

Bagi saya, itu bukan bentuk kehilangan, tetapi kelanjutan dari cinta. Rumah yang dibangun orangtua dengan keringat dan kesabaran tidak akan hilang nilainya hanya karena dijual. Nilai sejatinya justru akan hidup kembali, menjelma menjadi ruang yang lebih luas: media yang memberi manfaat, pekerjaan yang memberi arti, dan ruang publik yang menyuarakan kebaikan. Itulah bentuk penghormatan paling jujur kepada mereka yang mendahului kita, meneruskan makna, bukan sekadar menjaga benda.

Saya ingin Podium Ecosystem menjadi bukti bahwa socio entrepreneurship bukan teori yang indah di seminar, tetapi praktik nyata yang mungkin dilakukan dari ruang kecil seperti Bali. Bahwa sebuah usaha bisa dibangun dengan dasar nilai, bukan sekadar hitungan laba.
Bahwa bisnis bisa lahir dari keinginan untuk memberi, bukan dari ketakutan akan kekurangan.

Saya tidak tahu akan sejauh apa perjalanan ini membawa saya. Tapi saya yakin, sesuatu yang ditanam dengan niat baik akan tumbuh dengan cara yang baik pula. Karena di dalam setiap perjuangan yang dijalankan dengan hati, selalu ada tangan kehidupan yang membantu dari arah yang tak terlihat.

Podium Ecosystem adalah bentuk kecil dari keyakinan itu. Sebuah keyakinan bahwa media lokal masih bisa hidup, masih bisa berperan, dan masih bisa menjadi rumah bagi nilai-nilai kemanusiaan yang sederhana: jujur, berimbang, dan penuh empati.

Dan ketika suatu hari nanti ekosistem ini benar-benar tumbuh menjadi kuat, saya tidak ingin dikenang sebagai orang yang membangun perusahaan media, tetapi sebagai seseorang yang menanam sesuatu yang berarti. Sesuatu yang mungkin kecil, tetapi memberi cahaya.

Karena pada akhirnya, bukan seberapa besar yang kita miliki yang akan dikenang, melainkan seberapa besar yang kita bagi. (*)

Menot Sukadana

Baca juga :
  • Tentang Soto, Kejujuran, dan Cara Hidup Mengajar
  • Kantong Plastik dan Dosa yang Ringan
  • Sampah di Kepala Kita