Nyoman Sukadana |
15 Oktober 2025 | 09:19:00 WITA
PEMERINTAH Kabupaten Badung bersama Pemerintah Provinsi Bali akhirnya memastikan penyelesaian persoalan akses jalan di kawasan Garuda Wisnu Kencana (GWK) melalui langkah hukum yang jelas dan berkeadilan. Perjanjian pinjam pakai lahan antara pihak pengelola GWK dan Pemkab Badung bukan sekadar dokumen administratif, tetapi simbol dari upaya menyeimbangkan hak publik dengan kepentingan pengelolaan kawasan strategis pariwisata. Masalah akses jalan di kawasan GWK sesungguhnya mencerminkan dinamika yang kerap muncul di daerah berkembang: antara kebutuhan masyarakat terhadap ruang publik dan pengelolaan aset wisata yang berorientasi bisnis. Ketika ruang hidup warga bersinggungan dengan kepentingan investasi, diperlukan kepemimpinan yang mampu menengahi dengan bijak. Dalam konteks ini, langkah Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa dan Gubernur Bali Wayan Koster untuk memfasilitasi dialog terbuka patut diapresiasi. Dialog tersebut membuahkan kesepahaman yang tidak hanya menyelesaikan sengketa, tetapi juga mempertegas komitmen pemerintah dalam melindungi hak akses masyarakat. Penandatanganan perjanjian pinjam pakai menjadi bukti bahwa aspirasi publik dapat dijawab tanpa harus menegasikan kepentingan pengelola kawasan. Ini adalah bentuk pembangunan yang inklusif, di mana hukum menjadi jembatan bagi keharmonisan sosial, bukan alat untuk memihak. Lebih jauh, penyelesaian ini juga menunjukkan pentingnya komunikasi yang setara antara warga, pemerintah, dan korporasi. Akses publik yang dijaga bukan hanya persoalan jalan yang terbuka, melainkan jalan pikiran yang mau mendengarkan dan memahami satu sama lain. Di tengah tantangan urbanisasi dan tekanan ekonomi daerah wisata, menjaga keseimbangan ini adalah ujian nyata dari kepemimpinan yang berorientasi pada kesejahteraan bersama. Bali, dengan segala kompleksitas sosial dan ekonominya, membutuhkan lebih banyak contoh seperti ini: dialog yang menghasilkan kesepakatan, bukan perpecahan. Ketika kepentingan publik dihormati dan pelaku usaha bersedia membuka ruang kompromi, maka harmoni yang menjadi jantung budaya Bali tetap dapat berdetak dengan tenang. (*)
Baca juga :
• Harga Mahal di Jalur Cepat
• Menyusun Nilai, Menjaga Alam
• Ruang Aman yang Masih Belum Inklusif