Search

Home / Kolom / Editorial

Harga Mahal di Jalur Cepat

Nyoman Sukadana   |    19 Oktober 2025    |   21:02:00 WITA

Harga Mahal di Jalur Cepat
Editorial. (podiumnews)

JALAN By Pass Ngurah Rai kembali menjadi saksi bisu kehilangan. Satu pelajar tewas dalam kecelakaan tunggal di Kilometer 10, Denpasar Selatan, Sabtu pagi (18/10/2025). Polisi menyebut korban berusaha menghindari kendaraan lain, lalu kehilangan kendali dan menabrak tiang reklame. Tragis, nyawa muda itu melayang di jalur yang seharusnya menjadi penghubung aktivitas, bukan pemutus kehidupan.

Tragedi ini menambah panjang daftar kecelakaan di ruas By Pass Ngurah Rai, jalur vital yang setiap hari menampung mobilitas warga kota, pekerja, dan pelajar. Namun di balik fungsinya yang penting, jalur cepat ini sering berubah menjadi ruang berisiko tinggi akibat perilaku berkendara yang abai pada disiplin dan kepekaan sosial.

Peringatan dari kepolisian sudah berulang kali disampaikan: kecepatan berlebih, jarak aman yang diabaikan, dan konsentrasi yang mudah buyar menjadi pemicu utama. Namun himbauan itu kerap tak dihiraukan. Kita terbiasa memaknai jalan raya sebagai ruang milik pribadi, bukan ruang tanggung jawab bersama.

Budaya berkendara di Bali perlu bergeser dari sekadar kemampuan teknis menuju kesadaran etis. Jalan bukan tempat membuktikan keberanian, melainkan ruang berbagi keselamatan. Mengendarai dengan tenang dan penuh pertimbangan bukan tanda lemah, melainkan tanda matang. Dalam kehidupan urban yang padat dan cepat, kendali justru menjadi ukuran kearifan.

Polisi memiliki peran penting dalam menegakkan aturan, tetapi peran keluarga dan komunitas jauh lebih menentukan. Orang tua harus memastikan anak-anak mereka memahami arti keselamatan, bukan hanya mengenakan helm karena takut razia, melainkan karena menghargai hidup. Sekolah dan komunitas juga perlu membangun budaya berlalu lintas yang beretika agar jalan tidak lagi menjadi tempat kehilangan.

Kematian di jalur cepat seperti By Pass Ngurah Rai bukan sekadar angka statistik, tetapi alarm bagi nurani kita. Bila jalan raya terus menjadi ruang kelalaian, maka sesungguhnya kita sedang kehilangan harmoni yang menjadi jantung budaya Bali itu sendiri.

Kini saatnya kita menegakkan disiplin bukan karena takut ditilang, tetapi karena menghargai hidup. Kecepatan boleh menjadi bagian dari modernitas, namun keselamatan adalah tanda peradaban. Di jalan raya, sebagaimana dalam hidup, kendali selalu lebih penting daripada laju. (*)

Baca juga :
  • Menyusun Nilai, Menjaga Alam
  • Keseimbangan di Antara Akses dan Kepentingan
  • Ruang Aman yang Masih Belum Inklusif