Hidup Mati PAD Denpasar
PENGAKUAN lugas Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara, bahwa 32 persen dari total PAD Kota Denpasar yang bernilai Rp 2 triliun bersumber dari pariwisata Sanur, layak dibaca sebagai penanda krisis sekaligus mandat. Data ini tidak hanya menunjukkan besarnya kontribusi Sanur terhadap kas daerah, tetapi juga menempatkan kawasan tersebut sebagai jantung finansial kota. Pada titik inilah Sanur menjadi faktor penentu "hidup mati" kemampuan fiskal Denpasar.
Ketergantungan ekonomi pada satu kawasan selalu membawa risiko besar. Jika pariwisata Sanur terganggu, maka sepertiga kemampuan daerah dalam membiayai layanan publik, pembangunan, dan belanja rutin ikut terancam. Pemkot Denpasar memahami risiko tersebut. Karena itu, berbagai program penataan dilakukan secara agresif, mulai dari perbaikan jogging track, penataan drainase, hingga pembangunan Saluran Udara Jaringan Terpadu (SJUT) untuk menertibkan kabel-kabel udara. Semua langkah ini adalah investasi wajib untuk menjaga kualitas lingkungan dan memastikan Sanur tetap kompetitif sebagai destinasi unggulan.
Salah satu titik penataan yang paling menantang adalah sektor mobilitas. Keputusan memberlakukan larangan parkir di badan jalan di depan Danau Tambingan adalah langkah transformatif yang membutuhkan keberanian politik. Langkah ini bukan dimaksudkan mempersulit wisatawan atau warga, melainkan mengembalikan fungsi jalan dan memperbaiki wajah kawasan. Sebagai kompensasi, Pemkot menyiapkan transportasi listrik keliling yang akan beroperasi secara berkala. Kebijakan ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam membentuk Sanur sebagai ruang wisata yang tertib, bersih, dan ramah lingkungan.
Seluruh upaya penataan Sanur, yang menyangkut taruhan besar terhadap 32 persen PAD kota, tidak bisa berjalan tanpa kolaborasi. Dukungan masyarakat menjadi faktor penentu keberhasilan, terutama dalam mematuhi kebijakan mobilitas baru. Pada saat yang sama, pelaku usaha pariwisata harus memastikan kualitas pelayanannya meningkat seiring dengan perbaikan infrastruktur yang sedang berlangsung.
Pada akhirnya, kelangsungan fiskal Kota Denpasar sangat bergantung pada keberhasilan menjaga Sanur sebagai sumber utama pendapatan daerah. Keseriusan pemerintah dalam melakukan penataan, apabila disertai kesadaran kolektif bahwa yang sedang dirawat adalah jantung ekonomi kota, akan menentukan apakah Sanur tetap menjadi sumber kemakmuran atau justru berubah menjadi titik rawan yang melemahkan ketahanan fiskal Denpasar. (*)