DPRD Bali Tindaklanjuti Sengketa Lahan Adat Jimbaran
DENPASAR, PODIUMNEWS.com - DPRD Provinsi Bali melalui Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) bergerak cepat menanggapi aspirasi warga Desa Adat Jimbaran yang mendatangi gedung dewan pada Rabu (5/11/2025). Warga meminta kejelasan status SHGB PT Jimbaran Hijau yang dinilai telah habis masa berlakunya, serta akses menuju pura yang disebut terhalang portal milik perusahaan.
Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha, langsung menerima perwakilan masyarakat dan menegaskan bahwa dewan akan turun tangan untuk memastikan sengketa tersebut ditangani dengan mekanisme resmi dan transparan. “Minggu depan kami jadwalkan rapat dengar pendapat. Semua pihak akan diundang, termasuk PT Jimbaran Hijau dan BPN Bali. Kami ingin persoalannya jelas dan tidak lagi berlarut,” ujar Supartha.
Menurutnya, penyelesaian sengketa lahan adat harus berdasarkan aturan hukum yang berlaku, terutama bila menyangkut tanah yang memiliki fungsi suci dan sosial bagi masyarakat. “Orang Bali tidak boleh jadi tamu di rumahnya sendiri. Kalau pura sudah ada sejak leluhur, jangan sampai umat dibatasi. DPRD hadir untuk memastikan hak masyarakat terlindungi,” tegas Anggota Komisi I DPRD Bali tersebut.
DPRD Bali juga menyoroti laporan warga terkait habisnya masa berlaku SHGB PT Jimbaran Hijau sejak 2019. Masa berakhir sertifikat yang disertai kondisi lahan tidak dimanfaatkan lebih dari tiga tahun dinilai perlu mendapat verifikasi formal dari instansi berwenang. “Jika benar SHGB-nya telantar, tentu ada ketentuan hukumnya. Kami akan cek ke BPN dan minta penjelasan resmi,” sambung Supartha.
Selain itu, Pansus TRAP akan menelusuri penggunaan dana hibah pemerintah yang disebut turut dialokasikan untuk pembangunan fasilitas di lahan yang masih bersengketa. “Kami pastikan dulu aspek legalitas hibahnya. Kalau tidak sesuai ketentuan, kami akan rekomendasikan evaluasi,” ujar Supartha.
Di hadapan DPRD Bali, Bendesa Adat Jimbaran I Gusti Made Rai Dirga Arsana Putra menyampaikan bahwa masyarakat telah lama mengalami kendala akses menuju pura. “Jalan menuju pura digembok. Kalau petugas tidak ada, umat tidak bisa masuk. Ini sudah berlangsung bertahun-tahun,” ungkapnya.
Rai Dirga juga menegaskan perlunya kehadiran negara untuk memberikan kepastian hukum terhadap lahan adat yang pada awalnya merupakan tanah punia desa, bukan hasil jual-beli. “SHGB itu habis 2019 dan lahannya tidak digunakan. Kami ingin statusnya jelas dan akses pura tidak dibatasi,” katanya.
Secara terpisah, Kuasa Hukum PT Jimbaran Hijau, Michael A. Wirasasmita, menyatakan pihak perusahaan menghormati proses yang akan ditempuh DPRD Bali. Ia memastikan perusahaan tidak bermaksud menghalangi pembangunan pura. “Kami tidak pernah berniat menghalangi tempat ibadah. Kami hanya ingin memastikan penggunaan dana hibah sesuai aturan,” ujar Michael.
Dengan langkah aktif DPRD Bali melalui Pansus TRAP, proses penyelesaian sengketa lahan adat di Jimbaran kini memasuki tahap klarifikasi kelembagaan yang lebih terarah. Dewan menargetkan persoalan ini dapat diselesaikan melalui musyawarah, evaluasi hukum, dan pengecekan lapangan agar kepentingan masyarakat adat dan kepastian investasi dapat berjalan beriringan.
(sukadana)