Search

Home / Aktual / News

Kandungan EG untuk Obat Sudah Dilarang di Indonesia

   |    02 November 2022    |   13:43:00 WITA

Kandungan EG untuk Obat Sudah Dilarang di Indonesia
ilustrasi obat sirup yang diduga penyebab gagal ginjal pada anak. (Unsplash/Towfiqu Barbhuya)

SURABAYA, PODIUMNEWS.com – Pakar Farmasi Universitas Airlangga (Unair) Prof Junaidi Khotib PhD Apt menegaskan bahwa Indonesia tidak mengizinkan kandungan etilen glikol (EG) digunakan untuk produksi obat karena bersifat senyawa toxic.

Hal ini menyusul Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merilis obat sirup mengandung cemaran EG lebih dari ambang batas aman. Obat sirup tersebut diduga menyebabkan gangguan gagal ginjal akut hingga dilarang beredar di pasaran.

“Suatu obat itu tentu mutu menjadi utama. Mutu yang pertama berisi keamanan, kedua efektivitasnya. Sebagai pharmacist, kita harus mampu memberi jaminan obat itu aman digunakan oleh masyarakat,” kata Prof Junaidi, Senin (1/11) di Surabaya.

Ia mengatakan kasus gagal ginjal akibat obat sirup pada awalnya tidak diketahui penyebabnya. Setelah diinvestigasi, sambung Prof Junaidi, akhirnya diketahui bahwa penyebabnya adalah beberapa obat sirup yang mengandung EG.

“Tidak pernah ada obat dalam bentuk EG atau mengandung EG ini sebelumnya. EG ini sebenarnya berfungsi untuk pulen atau antifreeze. EG ini termasuk bahan tambahan atau eksipien,” terang Prof Junaidi.

Senyawa-senyawa seperti propilenglikol, polietilenglikol, sorbitol, dan gliserol yang terdapat dalam kandungan obat sirup, lanjutnya, membutuhkan EG untuk proses pembentukannya. Sehingga EG berfungsi sebagai pencemar apabila melebihi ambang batas aman yaitu 0,5 miligram.

Tanggungjawab hukum

Lantas bagaimana terkait sisi pertanggungjawaban pidana menurut hukum kesehatan? Direktur Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum (UKBH) Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair) Sapta Aprilianto SH MH LLM mengatakan, apabila terdapat suatu perbuatan pidana maka harus dicari tahu penyebabnya.

Ia menjelaskan seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana manakala ada perbuatan pidana dan kesalahan pidana yang dilakukan orang tersebut.

Ketika unsur perbuatan pidana telah terpenuhi, ucap Sapta, maka dapat disebut perbuatan pidana. Namun, sambungnya, sifat-sifat dalam hukum pidana tidak bisa serta merta diterapkan dalam hukum kesehatan. 

“Maka dari itu, dalam kasus ini yang paling penting harus dicari tahu dulu apakah ada kausalitas antara perbuatan dengan kesengajaan, apakah benar cairan di dalam obat tersebut merupakan hal utama penyebab gagal ginjal atau tidak,” jelas Sapta. (dev/sut)

 

 

Baca juga :
  • Lurah Gilimanuk Tegaskan Hoaks Soal Jasa Helikopter Penyeberangan
  • Jenazah Korban KMP Tunu Kembali Ditemukan Nelayan Pabuahan
  • Polsek Denpasar Selatan Tembak Kaki Dua Pencuri Motor, Begini Modus Pelaku