NASIB kaum pekerja rumah tangga (PRT) yang rawan menjadi korban eksploitasi, mulai sedikit mendapat harapan. Pasalnya, setelah 19 tahun tanpa kepastian, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) segera dibahas dan disahkan pemerintah bersama DPR RI. Kembalinya RUU PRT menjadi perhatian serius, adalah setelah adanya permintaan Presiden Joko Widodo agar regulasi yang nantinya menjadi payung hukum terhadap nasib dan hak-hak PRT segera dipercepat pembahasan dan pengesahannya. “Untuk mempercepat penetapan Undang-Undang PPRT ini, saya perintahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia dan Menteri Ketenagakerjaan untuk segera melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR dan dengan semua stakeholder,” ujar Presiden dalam keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (18/1). Presiden Jokowi menilai hingga saat ini hukum ketenagakerjaan di Indonesia tidak secara khusus dan tegas mengatur tentang pekerja rumah tangga. Sudah lebih dari 19 tahun RUU PPRT belum disahkan. “RUU PPRT sudah masuk dalam daftar RUU prioritas di tahun 2023 dan akan menjadi inisiatif DPR,” imbuhnya. Presiden Jokowi berharap regulasi tersebut dapat memberikan perlindungan yang lebih baik kepada PRT yang jumlahnya diperkirakan mencapai 4 juta jiwa di Indonesia. Presiden Jokowi menilai, para PRT rentan kehilangan hak-haknya sebagai pekerja. “Saya berharap Undang-Undang PPRT bisa segera ditetapkan dan memberikan perlindungan lebih baik bagi pekerja rumah tangga dan kepada pemberi kerja, serta kepada penyalur kerja,” tandasnya. Sementara Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengungkapkan bahwa saat ini payung hukum terkait PRT baru berbentuk Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015. “Kami memandang bahwa peraturan yang lebih tinggi di atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan itu diperlukan dan sudah saatnya memang Peraturan Menteri Ketenagakerjaan ini diangkat lebih tinggi menjadi undang-undang,” ungkap Ida. Sedangkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati, menjelaskan bahwa RUU PPRT selain sebagai bentuk pengakuan terhadap PRT, juga akan memberikan perlindungan yang komprehensif. Perlindungan tersebut mencakup perlindungan terhadap diskriminasi, kekerasan, upah, dan sebagainya. “Di sini akan menjadi amat penting kalau kita melihat Rancangan Undang-Undang PPRT ini, ini tidak hanya kita berfokus memberikan perlindungan kepada pekerja rumah tangga saja, (tetapi) bagaimana juga pengaturan terkait dengan pemberi kerja, majikan, demikian juga terkait dengan penyalur dari pekerja ini,” jelas Bintang. Dukung Pemerintah Gayung bersambut, permintaan dan keinginan Presiden Jokowi itu mendapt dukungan dari politisi Senayan. Salah satunya dari anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Taufik Basari. Taufik pun kemudin mendesak Pimpinan DPR untuk segera membawa RUU PPRT ke rapat paripurna DPR RI untuk disetujui sebagai RUU usul inisiatif DPR. Taufik menyampaikan itu menindaklanjuti pernyataan Presiden Joko Widodo terkait upaya mempercepat pengesahan RUU PPRT menjadi UU. Politisi Fraksi Partai NasDem itu menjelaskan draf RUU PPRT telah disetujui mayoritas fraksi dalam Rapat Pleno Baleg DPR pada 1 Juli 2020, yakni tujuh fraksi mendukung dan dua fraksi menolak. RUU itu telah pula disampaikan kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti dalam rapat paripurna untuk disetujui sebagai RUU usul inisiatif DPR. "RUU Perlindungan PRT ini telah selesai dilakukan harmonisasi, sinkronisasi, pemantapan dan pembulatan di Badan Legislasi DPR. Dengan adanya pernyataan tegas Presiden untuk mendorong percepatan pengesahan RUU Perlindungan PRT, seharusnya sudah tidak ada alasan lagi untuk menggantungkan RUU ini," tandas Taufik melalui keterangan tertulisnya, Rabu (18/1/2023). Legislator Dapil Lampung I ini juga menyatakan dirinya terus mendorong agar RUU PPRT selalu dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas. "Setelah adanya pernyataan dukungan dari Presiden, saya harap dalam rapat paripurna di masa sidang Januari-Februari ini RUU Perlindungan PRT segera menjadi usul inisiatif DPR dan kita bisa membahasnya bersama pemerintah," kata Taufik. Anggota Komisi III DPR RI ini juga kembali mengingatkan bahwa RUU itu telah dinanti-nantikan para pekerja rumah tangga yang selama ini tidak mendapatkan jaminan perlindungan yang layak. RUU itu juga akan memberikan kepastian hukum bagi para pemberi kerja serta memberikan aturan yang tegas bagi penyalur kerja. Pentingnya mendorong RUU PPRT itu, lanjut Taufik mengingat nantinya akan mengatur perjanjian kerja yang lebih berkekuatan hukum bagi pemberi kerja dengan PRT. Hal tersebut mencakup upah, tunjangan hari raya (THR), waktu kerja, istirahat mingguan, cuti, pelatihan, hingga usia kerja. Hal lain yang juga diperketat dalam RUU PPRT tersebut terkait pemberian pelatihan keterampilan, sumber informasi kerja yang dipusatkan pada balai latihan termasuk adanya sanksi bagi agen penyalur jika terbukti melakukan tindak perdagangan manusia, mempekerjakan dan memalsukan identitas, merotasi, dan menyekap PRT. "Kini saatnya kita lindungi kelompok marjinal, para pekerja rumah tangga, dengan memberikan payung hukum, karena hukum seharusnya hadir untuk mewujudkan keadilan untuk semua," tutup Taufik. Dukungan serupa juga disampaikan Partai Solidaritas Indonesia (PS) sebagai partai politik pendukung pemerintahan Presiden Jokowi. Melalui Juru Bicara DPP PSI Bidang Ketenagakerjaan Francine Widjojo, PSI menyatakan dukungannya secara resmi. “Setelah 19 tahun, akhirnya Pemerintah RI memprioritaskan perlindungan para pekerja rumah tangga. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengapresiasi komitmen baik Presiden Jokowi yang memerintahkan percepatannya. Kami sangat mendukung dan siap mengawal,” ujar Francine Widjojo, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/1) di Jakarta. UU PPRT ini akan semakin memperkuat perlindungan pekerja rumah tangga yang sebelumnya tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 2 Tahun 2015. Terlebih karena UU Ketenagakerjaan tidak secara tegas mengatur tentang pekerja rumah tangga. Pekerjaan yang dilakukan dalam lingkup dan kepentingan rumah tangga ini bisa bermacam-macam, seperti Asisten Rumah Tangga (ART), babysitter, supir, tukang kebun. Tidak hanya mengatur tentang pekerja rumah tangga, UU PPRT juga mengatur tentang pemberi kerja dan penyalur kerja. Pengesahan UU PPRT diharapkan mampu mengisi kekosongan aturan baku dan pasti mengenai jaminan sosial, cuti, perlindungan bagi pekerja rumah tangga perempuan, sanksi yang berat dan tegas bagi pelanggarannya, hingga peran dan komitmen pemerintah pusat dan daerah. “Pekerja rumah tangga rentan eksploitasi, khususnya pekerja perempuan, dan sering terjadi juga anak-anak dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga. Belum lagi keengganan pemberi kerja memberikan perlindungan jaminan sosial BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja rumah tangga dengan alasan tidak diatur tegas dalam UU Ketenagakerjaan. UU PPRT akan menjadi payung hukum yang memberikan perlindungan lebih kepada pekerja rumah tangga,” imbuh Francine yang juga menjabat Direktur LBH PSI. Francine menambahkan, “PSI juga akan mendorong Pemerintah RI memberikan perhatian khusus bagi keluarga PRT, yang seringkali anaknya dititipkan pada keluarga di kampung halamannya, agar tetap mendapatkan fasilitas jaminan sosial dan pendidikan sebagaimana mestinya. PRT Rawan Kekerasan dan Eksploitasi Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan dengan dapat disahkannya RUU PPRT menjadi UU, maka akan memberikan kepastian hukum kepada pekerja rumah tangga dan juga pekerja migran di luar negeri. Ia menambahkan saat ini para pekerja rumah tangga sangat rentan kehilangan hak-hak sebagai seorang pekerja. “Sudah 19 tahun RUU PPRT dibahas di DPR dan tidak kunjung disahkan. Padahal, Presiden Jokowi sudah memerintahkan agar ada percepatan pengesahan RUU PPRT,” kata Anis pada Sabtu 21 Januari 2023. Desakan percepatan pengesahan RUU PPRT tersebut karena masih banyaknya temuan kekerasan yang dialami oleh para pekerja rumah tangga. Berdasarkan temuan JALA PRT periode 2017-2022, Anis menyebut tercatat ada sebanyak 2.637 kasus pelanggaran hak terhadap para pekerja rumah tangga. “Pelanggaran tersebut berupa pelanggaran ekonomi (tidak digaji, dipotong biaya agen, dan lain-lain), kekerasan psikis, kekerasan fisik, hingga kekerasan seksual,” ujarnya melalui keterangan tertulis. Selain itu, Anis mengatakan Komnas HAM juga seringkali mendapati laporan dari pekerja rumah tangga. Laporan tersebut, kata dia, berupa pelanggaran hak asasi manusia seperti gaji yang tidak dibayar hingga meminta bantuan perlindungan hukum. “Laporan tersebut kami dapati dari pekerja di dalam dan di luar negeri,” kata aktivis di bidang hak-hak pekerja tersebut. Oleh sebab itu pula, Anis mengatakan Komnas HAM telah melakukan pengkajian tentang urgensi ratifikasi perjanjian International Labour Organization (ILO) 189 Tentang Pekerjaan yang Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga. Hasilnya, kata dia, Komnas HAM menemukan ratifikasi perjanjian tersebut dapat membawa iklim pemajuan HAM yang lebih baik lagi kepada para pekerja rumah tangga. “Ratifikasi tersebut juga bisa menjadi norma rujukan dalam penyusunan dan pembahasan RUU PPRT,” ujar Anis. Berangkat dari hal itu, Anis mengatakan Komnas HAM mempunya beberapa rekomendasi agar pemajuan hak asasi bagi pekerja rumah tangga dapat terealisasikan. Adapun saran tersebut, kata dia, adalah mendorong DPR agar menyetujui RUU PPRT sebagai RUU inisiatif dalam sidang paripurna, mendorong pemerintah dan DPR mempertimbangkan hasil kajian Komnas HAM, dan mendorong ruang partisipasi publik secara bermakna dalam penyusunan RUU PPRT. “Selain itu, kami juga mendorong pemerintah menginisasi ratifikasi Konvensi ILO 189 Tentang Pekerjaan yang Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga,” ujarnya. Koordinator Jaringan Nasional Advokasi atau Jala PRT Lita Anggraini mengungkapkan keheranannya karena sampai saat ini pembahasan RUU PPRT belum menemui titik terang. Dia mempertanyakan pernyataan yang menyebut bahwa RUU PPRT ini belum mendesak. "Kasus penyiksaan terhadap Khotimah itu apakah bukan urgensi? Itu sudah menjadi SOS (tanda bahaya)," ujar Lita kepada Tempo di Jakarta pada Jumat, 20 Januari 2023. DPR Pilih Hati-hati Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan dirinya banyak menerima masukan dari berbagai elemen selama proses pembahasan RUU PPRT. Meskipun demikian, ia menegaskan DPR akan memutuskan berdasarkan kehati-hatian, sehingga UU yang lahir di DPR RI nantinya mengedepankan kualitas dibandingkan dengan kuantitas. “Sejak awal periode sekarang ini, kami mengedepankan untuk bisa melaksanakan pembahasan undang-undang itu secara berkualitas (dengan) tidak terburu-buru, (mengutamakan) berkualitas daripada kuantitas, dan (cara) itu tentu saja dengan membuka ruang seluas-luasnya untuk bisa menerima masukan dari publik dan elemen bangsa terlebih dahulu,” kata Puan, Kamis (19/1) di Jakarta. Walaupun Presiden Joko Widodo sebelumnya telah menyatakan akan mempercepat pembahasan RUU PPRT, Perempuan Pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu menyampaikan agar tetap menghargai proses tahapan RUU menjadi UU. Baginya, hal ini penting demi terciptanya payung hukum yang komprehensif, tidak hanya untuk Pekerja Rumah Tangga (PRT), akan tetapi juga Pekerja Migran Indonesia (PMI). “Yang harus kita lihat adalah apa substansi yang akan dibahas. Kemudian, bagaimana masukan dari masyarakat dan tentunya internal pemerintah dan DPR terkait dengan rancangan undang-undang ini, bagaimana, dan apa yang akan dilakukan, bagaimana efek negatif dan positifnya, siapa saja yang harus dilindungi, bagaimana kemudian undang-undang ini nantinya bisa menjadi satu payung hukum yang baik, bukan hanya untuk PRT, tapi juga untuk PMI ke depan,” ungkap Mantan Menko PMK ini. Hingga saat ini, dirinya mengakui bahwa belum menerima laporan pembahasan substansi RUU PPRT baik dari komisi terkait maupun Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. “Kita akan mencerna, mendiskusikan, dan melihat bagaimana hal itu harus dibahas seperti apa, dan dalam prolegnas itu kan, kami juga punya prioritas-prioritas UU tertentu,” pungkas Cucu Proklamator Bung Karno ini. Diketahui, sejak Februari 2020, DPR telah menetapkan RUU PPRT masuk dalam long list Prolegnas 2020-2024. Bahkan sejak Desember 2022 silam, RUU ini telah masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2023, bersama dengan 38 (tiga puluh delapan) RUU lainnya yang akan dibahas DPR bersama pemerintah pada 2023 ini. (rik/sut)
Baca juga:
Lagi Turis Asing jadi Korban Ditipu Tukar Mata Uang