Search

Home / Aktual / Sosial Budaya

Ditagih Janji Pemerintah Atasi Ginjal Akut Anak

   |    06 Februari 2023    |   17:43:00 WITA

Ditagih Janji Pemerintah Atasi Ginjal Akut Anak
Ilustrasi pasien gagal ginjal akut anak (foto/iStockphoto)

KASUS baru gangguan ginjal akut Progresif Atipikal (GGAPA) kembali muncul, padahal sejak awal Desember 2022 lalu, tidak ada lagi ditemukan kasus serupa. Lalu, pemerintah pun ditagih janji keseriusannya mengatasi kasus menyebabkan 200 meninggal yang didominasi balita itu.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Jubir Kemenkes) dr M Syahril menyebutkan mendapat laporan dua gagal ginjal akut pada anak itu dari nDinas Kesehatan DKI Jakarta.

“Penambahan kasus tercatat pada tahun ini, satu kasus konfirmasi GGAPA dan satu kasus suspek” ujar dr Syahril, Senin (6/2) di Jakarta.

Dari dua kasus itu, sebut dia, satu terkonfirmasi dan satu dinyatakan suspek. Korban terkonfirmasi meninggal sementara korban suspek masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)

Korban meninggal berusia satu tahun dan sempat mengalami demam. Menurut Syahril, korban sempat mengonsumsi obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion.

Sementara satu kasus suspek terjadi pada anak berusia 7 tahun yang juga sempat mengalami demam dan mengonsumsi obat penurun panas sirup yang dibeli secara mandiri. Akan tetapi Kementerian Kesehatan tak menjelaskan obat merk apa yang dikonsumsi korban suspek ini.

"Pada saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait pasien ini," ujar Syahril.

Menagih janji pemerintah

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menyebut munculnya kembali dua kasus GGAPA setelah nihil sejak November 2022 adalah alarm keras bagi semua pihak. Ia menagih keseriusan yang dijanjikan pemerintah untuk mengatasi kasus ini agar kembali tidak terulang.

Kurniasih menegaskan terlebih satu pasien balita meninggal dunia setelah mengonsumsi salah satu obat sirup penurun panas yang sebelumnya sudah masuk daftar aman dikonsumsi oleh BPOM. Sementara pasien kedua yang masih dirawat juga memiliki riwayat mengonsumsi obat sirup penurun panas secara mandiri.

"Menurut laporan pasien demam tanggal 25 Januari diberikan obat sirup penurun panas yang masuk merek aman oleh BPOM ,lalu tanggal 1 Februari pasien meninggal dunia. Gejalanya sangat mirip dengan kasus-kasus sebelumnya dan berlangsung cepat. Harus segera diinvestigasi," kata Kurniasih, Senin (6/2) di Jakarta.

Kurniasih minta BPOM benar-benar serius untuk melakukan investigasi jika memang ternyata benar pasien mengonsumsi obat-obatan sirup yang sudah masuk daftar aman oleh BPOM. "Maka jika benar mengonsumsi obat yang masuk daftar aman BPOM, kita minta pertanggungjawaban dari BPOM untuk kembali memastikan apakah semua obat yang beredar di pasaran itu benar-benar aman? Tolong, ini menyangkut nyawa anak-anak, bukan main-main," tegas Kurniasih.

Anggota DPR RI Dapil DKI Jakarta II ini mengatakan, jika muncul kembali kasus GGAPA dengan pola konsumsi obat sirup penurun panas yang sama seperti kasus-kasus sebelumnya, maka pasti terjadi kebocoran pada salah satu prosesnya.

Bahkan menurut dia, belum lama para orang tua korban ginjal akut anak mencari keadilan hingga ke DPR RI. Oleh sebab itu, ia kembali menegaskan pemerintah bersama stakeholder  terkait tidak lagi melakukan kelalaian yang menyebabkan masyarakat menjadi korban.

"Baru saja para orang tua ini mencari keadilan, bukan hanya untuk mereka tapi agar orang tua lain tidak mengalami apa yang telah mereka rasakan. Kini justru muncul kembali dua kasus di tempat yang paling dekat dengan kita, harus bergerak cepat, lakukan invesitigasi dan putus sumber persoalannya dengan tegas," ujarnya.

Ia lalu mengingatkan dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Kemenkes dan BPOM pada 2 November 2022 disepakati untuk melakukan penegakan hukum yang berkeadilan dan transparan kepada industri yang terbukti melanggar standar sediaan farmasi.

Ia kemudian juga mendesak BPOM bertanggung jawab penuh meningkatkan pengawasan terhadap sediaan farmasi mulai dari premarket dan postmarket.

"Ada kewajiban untuk memberikan santunan kepada keluarga korban dan jaminan pengobatan korban sampai sembuh. Saya ingatkan dalam undang-undang kita kesepakatan antara Komisi dengan mitra kerja bersifat mengikat dan memiliki kekuatan hukum. Jadi wajib dilaksanakan!" tegasnya.

Tindakan antisipatif

Jubir Kemenkes dr M Syahril mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan tindakan antisipatif dalam menentukan penyebab dua kasus GGAPA baru yang dilaporkan. Kemenkes bekerjasama dengan berbagai pihak mulai dari IDAI, BPOM, ahli Epidemiologi, Labkesda DKI, Farmakolog, para guru besar dan Puslabfor Polri melakukan penelusuran epidemiologi untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.

“Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sampel obat dan darah pasien,” kata dr Syahril.

Langkah selanjutnya, kata dia, adalah Kementerian Kesehatan akan kembali mengeluarkan surat kewaspadaan kepada seluruh dinas kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan dan organisasi profesi kesehatan terkait dengan kewaspadaan tanda klinis GGAPA dan penggunaan Obat Sirop, meskipun penyebab kasus baru ini masih memerlukan investigasi lebih lanjut.

Ditambahkannya, dalam rangka kehati-hatian, meskipun investigasi terhadap penyebab sebenarnya kasus ini masih berlangsung, BPOM sudah mengeluarkan perintah penghentian sementara produksi dan distribusi obat yang dikonsumsi pasien hingga investigasi selesai dilaksanakan.

Terkait perintah penghentian sementara dari BPOM, industri farmasi pemegang izin edar obat tersebut telah melakukan voluntary recall (penarikan obat secara sukarela).

“BPOM telah melakukan investigasi atas sampel produk obat dan bahan baku, baik dari sisa obat pasien, sampel dari peredaran dan tempat produksi, serta telah diuji di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN). BPOM juga telah melakukan pemeriksaan ke sarana produksi terkait Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB),” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, hingga November 2022, tercatat ada 324 kasus gangguan ginjal akut di Indonesia akibat cemaran senyawa EG/DEG pada produk obat sirop. Sebanyak 200 pasien meninggal dunia. Sementara itu, 111 lainnya sembuh. (rik/sut)

 

 


Baca juga: NUSA DUA CIRCLE, Mega Proyek ‘Gagal’. Benarkah Perusahaan dan Orang-Orang yang Terlibat Didalamnya Juga Bermasalah? (BAG: 1)