Search

Home / Aktual / Sosial Budaya

Dari Pura untuk Alam: Gerakan Kelola Sampah Organik Dimulai

Dewa Fatur   |    30 Mei 2025    |   21:37:00 WITA

Dari Pura untuk Alam: Gerakan Kelola Sampah Organik Dimulai
Ni Putu Putri Suastini Koster. (Foto: Dewa)

 DENPASAR, PODIUMNEWS.com – Tempat ibadah tidak hanya sebagai pusat spiritualitas, tetapi juga bisa menjadi teladan dalam upaya penyelamatan lingkungan.

Itulah pesan utama yang disampaikan Duta Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber Palemahan Kedas (PSBS PADAS),  Putri Suastini Koster, dalam sosialisasi daring yang digelar Jumat (30/5/2025) dari Jayasabha, Rumah Jabatan Gubernur Bali.

Dalam paparannya, Putri menyoroti masih dominannya pola lama dalam menangani sampah, yaitu dengan cara mengangkut dan membuangnya ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

"Meskipun Peraturan Gubernur Bali No. 47 Tahun 2019 telah diberlakukan sejak enam tahun lalu, namun implementasinya belum berjalan maksimal, selain dari pemerintah kita senagai masyarakat juga harus ikut memperhatikan samapah agar tercipta lingkungan bersih," ucapnya.

Ia menambahkan, sampah terus menumpuk, menimbulkan bau menyengat, dan mengancam kesehatan masyarakat.

Menurutnya, kunci utama terletak pada kesediaan setiap individu dan komunitas untuk mengelola sampah dari sumbernya. Ia menegaskan bahwa sampah yang dihasilkan oleh kita, tidak boleh dibebankan ke desa atau wilayah lain.

Karena itu, tempat ibadah, yang menjadi pusat berkumpulnya umat, sangat strategis untuk menjadi model gerakan pengelolaan sampah yang dimulai dari kesadaran dan disiplin bersama.

Putri Koster mengajak agar pengelolaan sampah tidak hanya dilakukan di tingkat rumah tangga, tetapi juga menyentuh halaman luar tempat ibadah atau jaba pura.

Ia memperkenalkan konsep teba modern, sebagai sistem pengolahan sampah organik yang tidak hanya efektif, tetapi juga mudah diterapkan.

Ia mencontohkan pengolahan sampah dapur menjadi cairan eco-enzyme menggunakan komposter, dan pemanfaatan sisa-sisa upakara serta dedaunan melalui pengomposan di lahan yang tersedia.

Lebih jauh, ia menyampaikan bahwa pengelolaan sampah yang baik harus dibarengi dengan literasi lingkungan yang kuat.

"Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa membakar sampah bukan solusi, justru menambah persoalan baru bagi lingkungan dan kesehatan."

"Maka, dibutuhkan kolaborasi antarwarga, pengelola pura, pemerintah desa, serta semua pemangku kepentingan untuk menjadikan kebersihan sebagai bagian dari pengamalan nilai-nilai luhur," terangnya.

Dalam sesi diskusi, pengempon Pura Lokananta Lumintang, Putu Dika Ade Suantara, menyampaikan bahwa pura yang ia kelola telah membangun dua unit teba modern.

Namun, ia mengakui bahwa masih banyak pura di Bali yang belum memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik.

Menurutnya, selain kesadaran, dibutuhkan pula regulasi yang tegas serta dukungan sistematis untuk menciptakan perubahan perilaku umat.

Gerakan pengelolaan sampah dari tempat ibadah ini menjadi simbol awal bahwa upaya menyelamatkan lingkungan bisa dimulai dari ruang yang paling suci.

Menjaga kebersihan pura sejatinya adalah bagian dari menjaga harmoni dengan alam. Dan dari pura, kesadaran ekologis itu bisa menjalar ke desa, ke keluarga, dan ke seluruh Bali. Karena bumi ini, seperti halnya tempat ibadah, layak dihormati, dirawat, dan disucikan bersama. (fathur)

 

Baca juga :
  • Karnaval Pancasila Pertama Bali Digelar di Titik Nol
  • Ngerebong di Jalan Raya: Saat Tradisi Sakral Menyapa Kota
  • Gotong Royong Bukan Warisan yang Lupa Arah