Search

Home / Kolom / Opini

Media Online Bali: Si Unyil Syndrome Vs Fenomena Messi

Editor   |    28 April 2025    |   21:59:00 WITA

Media Online Bali: Si Unyil Syndrome Vs Fenomena Messi
I Nyoman Sukadana. (dok/pribadi)

KITA mengenal Si Unyil, ikon abadi masa kecil yang tak pernah beranjak dewasa di layar kaca. Sebuah keluguan yang menghibur, namun ironisnya, bisa menjadi analogi yang menggelayuti perkembangan media online lokal di Bali.

Diskusi kita kali ini menyoroti sebuah fenomena yang kami sebut "Si Unyil Syndrome" – sebuah kondisi stagnasi di mana selama 15 tahun terakhir, tak satu pun media daring lokal Pulau Dewata mampu menembus skala usaha mikro yang sesungguhnya.

Sebagai informasi, usaha mikro di Indonesia umumnya didefinisikan sebagai bisnis dengan omzet tahunan maksimal Rp 2 miliar. Ironisnya, banyak media online lokal Bali bahkan belum mampu melampaui batasan ini, apalagi bermimpi tentang level usaha kecil atau menengah dengan omzet yang jauh lebih besar.

Mengapa "Si Unyil" media online lokal Bali seolah enggan "tumbuh besar"? Berbagai faktor melingkupi, mulai dari keterbatasan pasar iklan lokal yang mungkin belum cukup gurih, persaingan sengit dengan raksasa platform global dan media nasional yang mencengkeram atensi dan anggaran pengiklan, hingga barangkali model bisnis yang masih berkutat di pola lama. Keterbatasan sumber daya, minimnya kolaborasi strategis, dan tantangan dalam memonetisasi konten di tengah ekspektasi informasi gratis juga menjadi batu sandungan.

Alhasil, potensi media lokal untuk berkembang, menyajikan jurnalisme mendalam, dan berkontribusi signifikan pada ekosistem digital Bali seolah terhambat.

Namun, di tengah "sindrom" yang memprihatinkan ini, secercah harapan muncul dari analogi yang tak kalah kuat: "Fenomena Messi". Kita ingat betul bagaimana Lionel Messi, di usia 11 tahun, menghadapi keterbatasan pertumbuhan fisik akibat defisiensi hormon. Sebuah kondisi yang bisa saja menghambat karirnya.

Bahkan ketika ia mulai bersinar sebagai pemain kelas dunia, ia masih berada di bawah bayang-bayang legenda Diego Maradona, dengan ekspektasi yang begitu besar untuk mengulang kejayaan sang pendahulunya di tim nasional Argentina.

Meskipun demikian, Messi mampu melampaui segala keterbatasan dan ekspektasi. Ia menjelma menjadi salah satu yang terhebat, menciptakan warisan sendiri melalui bakat, kerja keras, dukungan yang tepat (seperti yang diberikan FC Barcelona untuk mengatasi masalah kesehatannya), dan kemampuan untuk mendefinisikan identitasnya di tengah persaingan global.

Mungkinkah "Fenomena Messi" juga terjadi di ranah media online lokal Bali? Potensi itu ada. Kekuatan utama media lokal terletak pada pemahaman mendalam tentang narasi, budaya, dan kebutuhan masyarakat Bali yang unik.

Pariwisata kelas dunia yang menjadi denyut nadi pulau ini juga membuka peluang untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Sinergi antar media lokal, kolaborasi dengan berbagai sektor, inovasi model bisnis di luar iklan konvensional, peningkatan kualitas jurnalisme, dan pemanfaatan teknologi secara cerdas bisa menjadi "Barcelona" bagi pertumbuhan mereka.

Seperti Messi yang menemukan jalannya untuk bersinar di tengah keterbatasan dan ekspektasi, media online lokal Bali pun memiliki peluang untuk "melampaui harapan".

Ini membutuhkan visi yang jelas, strategi yang adaptif, eksekusi yang gigih, dan keberanian untuk mendobrak stagnasi "Si Unyil Syndrome". Bukan tidak mungkin, dengan fokus pada keunikan lokal, kolaborasi yang solid, dan inovasi yang berkelanjutan, suatu saat kita akan menyaksikan "fenomena" kebangkitan media online lokal Bali yang mampu bersaing dan berkontribusi lebih besar bagi informasi dan ekonomi digital Pulau Dewata.

Akankah "Si Unyil" akhirnya "tumbuh besar" dan menciptakan "fenomena" layaknya sang maestro lapangan hijau? Waktu yang akan menjawab. (*)

Oleh: I Nyoman Sukadana (Pegiat Media di Bali)

 


Baca juga: Bebal