Search

Home / Kolom / Editorial

Gas untuk Bali, Ruang untuk Rakyat

Editor   |    04 Juni 2025    |   21:30:00 WITA

Gas untuk Bali, Ruang untuk Rakyat
Editorial. (podiumnews)

RENCANA pembangunan terminal Liquefied Natural Gas (LNG) di Pantai Sidakarya, Denpasar Selatan, kini menjadi perhatian publik. Pemerintah Provinsi Bali menempatkan proyek ini dalam kerangka besar Bali Mandiri Energi Bersih, sebuah langkah strategis menuju kemandirian energi dan pengurangan emisi karbon. Tujuannya jelas: menghadirkan energi bersih untuk masa depan Bali yang berkelanjutan.

Namun pembangunan infrastruktur sebesar ini tidak bisa hanya dinilai dari aspek teknis atau kebijakan. Di dalamnya terdapat dinamika sosial, ruang hidup warga, dan relasi antara negara dengan rakyatnya. Karena itu, pertanyaannya bukan hanya apakah gas ini penting bagi Bali, tapi juga: apakah rakyat diberikan ruang yang cukup untuk terlibat, bersuara, dan didengar?

Masyarakat dari Pulau Serangan, Desa Sidakarya, dan Desa Intaran menyampaikan kekhawatiran tentang dampak lingkungan, keselamatan, dan nasib nelayan lokal. Kekhawatiran ini bukan bentuk penolakan terhadap kemajuan, melainkan ekspresi akan perlunya jaminan bahwa setiap pembangunan tidak mengorbankan mereka yang hidup paling dekat dengan dampaknya.

Pemerintah, dalam hal ini Gubernur Bali, telah memberikan berbagai penjelasan mengenai aspek keamanan dan kajian lingkungan proyek ini. Namun yang dibutuhkan bukan sekadar penjelasan satu arah, melainkan ruang dialog yang sejajar. Proses pembangunan mesti dibuka dengan komunikasi yang setara dan transparan.

Hak rakyat untuk menjaga ruang hidupnya harus berjalan beriringan dengan kebutuhan energi daerah. Tidak boleh ada yang ditinggalkan dalam proses ini—terutama masyarakat adat yang telah menjaga kawasan pesisir jauh sebelum proyek ini direncanakan.

Gas untuk Bali tidak boleh menutup ruang untuk rakyat. Justru sebaliknya, pembangunan ini harus menjadi momentum untuk memperkuat kepercayaan publik, membuka ruang partisipasi, dan membangun model pembangunan yang inklusif dan adil.

Karena hanya dengan memberi ruang yang cukup untuk rakyat, pembangunan bisa bertahan lebih lama dari masa jabatan. (*)

 

Baca juga :
  • Bali dan Visi Soekarno
  • Membela Kuas di Era AI
  • Literasi Bernilai, Bukan Sekadar Membaca