LITERASI tak lagi cukup dimaknai sebagai kemampuan baca tulis. Dalam gempuran informasi dan derasnya perubahan sosial, literasi harus naik kelas. Ia perlu menjadi kekuatan yang menciptakan kemandirian, membuka peluang, dan menumbuhkan nilai ekonomi. Pesan itu tegas disampaikan Ketua Harian Bunda Literasi Kota Denpasar, Ny. Ayu Kristi Arya Wibawa, saat membuka Gebyar Literasi Kelurahan Sanur. Kegiatan tersebut bukan sekadar seremonial, melainkan ruang aktualisasi nilai-nilai yang lebih substansial dari sekadar pelafalan aksara. Literasi harus memberi daya. Dalam konteks ini, literasi menjadi jalan berdaulat untuk membentuk karakter, kreativitas, dan kebermanfaatan nyata. Ketika literasi dipadukan dengan pelatihan keterampilan seperti membuat mocktail, merangkai banten, hingga memproduksi karya digital, maka lahirlah model pemberdayaan yang relevan dengan zaman. Lebih dari itu, membawa semangat Bulan Bung Karno, kegiatan ini juga menghidupkan pesan tentang pentingnya literasi kebangsaan. Nilai-nilai Pancasila dan ajaran Bung Karno bukan untuk dihafal, tapi ditanamkan secara aplikatif. Salah satunya melalui praktik literasi yang kontekstual dan membumi. Pemerintah Kota Denpasar, melalui para pegiat literasi dan perangkat desa, layak diapresiasi karena telah memperluas makna literasi. Sebab literasi yang bernilai bukan hanya membentuk pemahaman, tapi juga membuka harapan. Literasi yang hidup adalah literasi yang memberi daya. Dan dari Sanur, kita belajar bahwa aksara bisa menjelma menjadi gerakan, bukan sekadar wacana. (*)
Baca juga :
• Membela Kuas di Era AI
• Gas untuk Bali, Ruang untuk Rakyat
• Kerukunan, Nafas Panjang Bali