Search

Home / Sorot / Politik

Bung Karno: Politik dalam Simbol Bali

Editor   |    07 Juni 2025    |   19:36:00 WITA

Bung Karno: Politik dalam Simbol Bali
Bung Karno mengenakan busana adat Bali, dikelilingi simbol budaya, merefleksikan seni sebagai bahasa politik dan spiritual bangsa. (ilustrasi/podiumnews)

BUNG KARNO adalah seorang komunikator ulung yang memahami kekuatan simbol. Lebih dari sekadar pidato berapi-api, ia menggunakan setiap elemen penampilannya—dari pakaian adat, gaya pidato, hingga upacara dan patung—untuk merajut identitas nasional yang kuat. Di Bali, pulau yang ia cintai, bahasa simbolik ini mencapai puncaknya, menjadikan kearifan lokal sebagai etalase budaya bangsa.

Penampilan Sarat Makna di Pulau Dewata

Saat berada di Bali, penampilan Bung Karno selalu sarat makna. Ia tak jarang mengenakan pakaian adat Bali, seperti udeng (ikat kepala) atau kain endek, bukan sekadar busana, melainkan pernyataan. Tindakan ini secara simbolis menunjukkan kedekatannya dengan rakyat dan penghargaannya terhadap budaya lokal. Ini adalah strategi cerdas untuk membumikan kepemimpinannya, membuatnya terasa lebih dekat dengan hati masyarakat.

"Penggunaan busana adat oleh Soekarno, terutama di Bali, adalah bagian dari strategi visual untuk membangun identitas kepemimpinan yang merakyat dan berakar pada budaya lokal," demikian dianalisis oleh Dr Taufik Abdullah dalam bukunya `Nasionalisme, Tradisi, dan Modernitas: Pemikiran Politik Soekarno` (2017). "Ini bukan sekadar formalitas, melainkan pernyataan ideologis."

Gaya pidato Bung Karno pun turut terinspirasi. Ada nuansa "ngayah" (pengabdian tulus) atau bahkan "ngayah ring puri" (mengabdi di istana) dalam cara ia berinteraksi dengan rakyat Bali. Kata-kata yang dipilih, intonasi, hingga gestur tubuhnya, seringkali beresonansi dengan tradisi lisan dan gaya komunikasi masyarakat Bali yang santun namun tegas. Ia adalah seorang pemimpin yang memahami betul bagaimana "berbicara" dengan jiwa kolektif bangsanya.

Bali: Etalase Budaya untuk Dunia

Mengapa Bung Karno memilih Bali sebagai "etalase" budaya Indonesia? Jawabannya terletak pada kekayaan dan keunikan budaya Bali yang telah diakui dunia. Bung Karno melihat Bali sebagai representasi mikro dari keberagaman dan kedalaman budaya Nusantara.

"Bali bagi Soekarno adalah panggung global di mana kekayaan budaya Indonesia dapat diperkenalkan tanpa batas bahasa," ujar Prof Dr I Wayan Dibya, seorang etnomusikolog terkemuka, dalam sebuah wawancara yang dimuat di Jurnal Kajian Bali, Vol. 9, No. 1 (2020). "Beliau memanfaatkan setiap kunjungan tamu negara untuk menunjukkan bahwa Indonesia, meskipun baru merdeka, memiliki peradaban yang agung."

Ia sering membawa tamu negara, seperti kepala negara atau delegasi asing, untuk menyaksikan langsung berbagai upacara adat Bali yang megah. Upacara-upacara ini, dengan segala kompleksitas ritual, keindahan sesaji, dan kesakralannya, bukan hanya tontonan, melainkan ajaran hidup tentang harmoni, pengabdian, dan hubungan manusia dengan alam semesta. Melalui upacara inilah, Bung Karno secara tidak langsung memperkenalkan filosofi bangsa kepada dunia, bahwa Indonesia adalah negara yang modern namun tetap berakar pada nilai-nilai spiritual yang luhur.

Keindahan alam Bali yang menyatu dengan kehidupan religius masyarakatnya menjadi latar sempurna bagi pesan-pesan Bung Karno tentang nation-building. Ia ingin dunia melihat bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya, beradab, dan memiliki peradaban tinggi.

Seni sebagai Bahasa Politik dan Spiritual

Bagi Bung Karno, seni adalah bahasa universal yang melampaui batas-batas politik. Ia menggunakan patung-patung, khususnya yang ia koleksi atau ia minta dibuat, sebagai simbol kekuatan, keindahan, dan identitas. Patung-patung dewa atau tokoh pewayangan yang dipajang di berbagai istana, termasuk Istana Tampaksiring di Bali, bukan sekadar hiasan. Mereka adalah representasi visual dari nilai-nilai keberanian, keadilan, dan spiritualitas yang ia ingin tanamkan dalam jiwa bangsa.

"Koleksi seni Soekarno, terutama patung-patung dari Bali, merupakan perwujudan dari visi politik dan spiritualnya," jelas Dr Astri Nurdiana, seorang kurator seni dan penulis buku `Seni dan Kekuasaan: Interpretasi Koleksi Seni Soekarno` (2021). "Setiap karya memiliki narasi yang dianyam untuk menginspirasi semangat revolusi dan identitas bangsa."

Seni menjadi medium politiknya untuk menginspirasi dan mempersatukan. Di sisi lain, seni juga menjadi ekspresi spiritualitasnya. Ia percaya bahwa keindahan dapat membangkitkan kesadaran akan nilai-nilai luhur dan membawa manusia lebih dekat pada kebijaksanaan.

Dengan mahir menggunakan simbol-simbol budaya Bali—dari pakaian yang dikenakan hingga patung-patung yang dikagumi—Bung Karno tidak hanya membangun identitas nasional yang kuat, tetapi juga mengajarkan bahwa politik dan kepemimpinan dapat berakar pada kekayaan budaya dan spiritual bangsanya sendiri. (*)

Penulis: Redaksi Podiumnews

Baca juga :
  • Bali Inspirasi Politik Bung Karno
  • Tampaksiring: Istana Harmoni Soekarno di Bali
  • Kuta, Jejak Dampak Konflik Politik Dunia