Search

Home / Aktual / Kesehatan

Kesadaran Perempuan Periksa Kanker Payudara Masih Rendah

Nyoman Sukadana   |    09 Oktober 2025    |   18:22:00 WITA

Kesadaran Perempuan Periksa Kanker Payudara Masih Rendah
Ilustrasi: Tenaga medis perempuan melakukan pemeriksaan payudara dengan alat USG di ruang klinik, menggambarkan pentingnya deteksi dini kanker. (podiumnews)

YOGYAKARTA, PODIUMNEWS.com - Kanker payudara masih menjadi penyebab kematian tertinggi akibat kanker pada perempuan di Indonesia. Namun hingga kini, tingkat kesadaran untuk melakukan deteksi dini masih rendah. Banyak perempuan baru memeriksakan diri setelah muncul gejala yang mengganggu, sehingga penyakit sudah berada pada stadium lanjut.

Data Kementerian Kesehatan RI per 29 September 2025 mencatat, dari 8,9 juta perempuan usia 30 hingga 69 tahun yang menjalani pemeriksaan kesehatan gratis, hanya 2,8 juta atau sekitar 32 persen yang melakukan skrining klinis payudara (sadanis). Sebanyak 478.819 perempuan melakukan pemeriksaan USG payudara, dan ditemukan 11.404 perempuan dengan benjolan serta 1.273 perempuan dicurigai kanker.

Dosen Departemen Biostatistik, Epidemiologi dan Kesehatan Populasi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Dr dr Prima Dewi Ratrikaningtyas MBiotech, menjelaskan bahwa deteksi dini adalah langkah paling efektif menekan angka kematian akibat kanker payudara. “Kanker payudara merupakan kanker dengan jumlah kasus dan penyebab kematian tertinggi pada perempuan di Indonesia. Dengan skrining dan deteksi dini, kanker dapat ditemukan pada stadium awal sehingga peluang kesembuhan lebih tinggi,” jelasnya, Rabu (8/10/2025).

Namun, tantangan terbesar bukan hanya pada ketersediaan layanan, melainkan pada kesadaran masyarakat sendiri. Menurut Prima, banyak perempuan masih berpikir bahwa pemeriksaan kesehatan tidak diperlukan jika tidak ada keluhan. “Sebagian besar masyarakat kita masih beranggapan kalau belum sakit berarti belum perlu periksa. Selain itu, ketakutan mengetahui hasil pemeriksaan juga menjadi penghambat,” ujarnya.

Faktor ekonomi turut memperburuk situasi. Skrining masih dianggap bukan kebutuhan prioritas, terutama di kalangan perempuan dengan keterbatasan ekonomi. Padahal, pemeriksaan sadanis dan USG payudara kini bisa dilakukan di sejumlah fasilitas kesehatan pemerintah secara gratis. “Sayangnya, informasi tentang program ini belum merata. Banyak yang tidak tahu bahwa deteksi dini bisa dilakukan tanpa biaya,” tambahnya.

Prima menilai, perubahan perilaku masyarakat memerlukan pendekatan berlapis, mulai dari edukasi publik, keterlibatan komunitas, hingga peran media. Ia menekankan pentingnya kampanye yang tidak hanya mengedukasi secara medis, tetapi juga mengatasi ketakutan psikologis. “Kita perlu membangun narasi bahwa pemeriksaan bukan berarti mencari penyakit, melainkan menjaga diri. Ketika masyarakat melihat banyak penyintas yang bisa sembuh karena deteksi dini, stigma dan ketakutan itu akan berkurang,” katanya.

Selain itu, ia juga mendorong lembaga pendidikan dan komunitas perempuan untuk menjadi motor kesadaran kesehatan. Program literasi kesehatan dapat disisipkan melalui kegiatan sosial, arisan, atau komunitas lokal. “Kesadaran tidak tumbuh hanya dari spanduk atau seminar, tetapi dari percakapan sehari-hari antarperempuan. Di situlah pesan pentingnya deteksi dini bisa benar-benar hidup,” tutupnya.

(riki/sukadana)

Baca juga :
  • Tekan Kasus DBD, Pemkot Denpasar Lakukan Fogging di 39 Titik
  • Cegah Penyebaran Campak, Pemkot Denpasar Gelar Imunisasi Massal Gratis
  • DBD Meningkat, Vaksinasi Masih Dianggap Sepele