Search

Home / Aktual / Sosial Budaya

Diplomasi Kain Lokal Ala Indonesia di Kancah Dunia

   |    29 Juli 2022    |   17:45:00 WITA

Diplomasi Kain Lokal Ala Indonesia di Kancah Dunia
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memakaikan busana khas Bali ‘Udeng’ dan ‘Kain Tenun Endek’ kepada para delegasi negara G20 pada G20 Anti-Corruption Working Group (ACWG) di Nusa Dua, Rabu (6/7). (dok)

KEJELIAN pemerintah Indonesia mengenalkan berbagai ragam kain lokal Nusantara pada momen pertemuan Presidensi G20 di Bali yang digelar awal Desember mendatang, sebagai bagian memperkenalkan keberagaman budaya Indonesia dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika pada para pemimpin dunia, patut diapresiasi.

Bisa disebut apa dilakukan pemerintah ini sebagai bagian diplomasi lewat budaya atau  soft diplomacy kepada para pemimpin dunia tersebut. Untuk menunjukan bahwa Indonesia adalah sebuah negara besar yang kaya raya akan budaya, alam, dan sumber daya manusia sehingga patut diperhitungkan di panggung internasional.     

Pada momen itu, Indonesia bisa sedikit bercerita bahwa negeri ini terbentuk dari  beragam agama, suku bangsa, bahasa, adat istidat dan budaya namun dapat hidup rukun harmonis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Selain itu juga memperkenalkan betapa luar biasa warisan budaya Indonesia yang dilahirkan dari sebuah kearifan manusia-manusia kreatif dan adiluhung. Karena bicara kain lokal bukan cuma membahas soal corak, warna, motif  namun juga filosofis dari kain-kain berkualitas yang dikerjakan dengan teknik tinggi yang menunjukan betapa cerdasnya sumber daya manusia Indonesia.

Di pertemuan itu, beberapa kain lokal Indonesia akan dikenakan khusus oleh delegasi KTT G20. Dari Kain Endek, Batik Pamekasan, dan Kain Gringsing

Nah, pada puncak pertemuan delegasi KTT-G20 pada 1 Desember 2022, sebanyak 120 delagasi penting akan mengenakan Kain Tenun Gringsing Bali. Kain ini dikenal sebagai salah satu kain yang memiliki makna filosofis nan magis dan adiluhung budaya tinggi masyarakat tradisional Bali.

Gringsing berasal dari kata bahasa  Bali, Gring artinya sakit dan Sing memiliki arti tidak. Jadi Gringsing secara harfiah artinya tidak sakit atau terhindar dari sakit. Masyarakat Bali meyakini bahwa kain tenun Gringsing memiliki kekuatan magis yang dapat melindungi mereka dari musibah sakit.

Teknik pengerjaannya terbilang cukup rumit karena menggunakan teknik ikat ganda, yang tak ditemukan dalam proses pembuatan kain tenun lain manapun di Indonesia. Proses pewarnaan kain tenun Gringsing ini juga sangat rumit yang bisa memakan waktu hingga satu tahun melalui tiga kali proses pewarnaan dengan menggunakan bahan pewarna alami, di antaranya dengan memakai minyak kemiri agar warnanya terlihat pekat dan tahan lama. Secara keseluruhan mulai dari proses awal hingga menjadi sehelai kain, proses pembuatan kain tenun Gringsing dibutuhkan waktu selama dua setengah tahun.

Kain Endek Penghormatan Pada Sang Pencipta

Penghormatan Sang Pencipta dituangkan pada Kain Endek, merupakan simbol untuk terus berbuat kebaikan dalam menjalani hidup. Hal ini yang membuat KPK memilih Kain Endek menjadi busana para delegasi G20 pada pertemuan Anti Corruption Working (ACWG), di Nusa Dua, Selasa (5/7/2022).

Di kesempatan itu para delegasi pria mengenakan Udeng, bukan hanya sekedar ikat kepala biasa, tapi memiliki makna dalam berupa pemusatan pikiran atau ngiket manah. Ciri khas udeng ada dalam desain yang bentuknya lebih tinggi di bagian kanan. Hal itu memiliki makna setiap pemakai didorong untuk berusaha berbuat kebaikan. Terus arah kanan dipercaya sebagai representasi kebaikan dalam menjalani kehidupan.

Untuk ikatan tengah di kening, memiliki makna pemusatan pikiran. Kalau ikatan yang menunjuk ke arah atas, merupakan representasi dari pikiran yang lurus sebagai pemujaan terhadap Tuhan, Sang Pencipta. Untuk konteks pemberantasan korupsi, bagian depan udeng yang lancip dan tegak lurus ke atas, dimaknai sebagai komitmen integritas, kejujuran, dan pengawasan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Kain endek dibuat dari benang sutra yang membentuk pola-pola berwarna emas atau perak. Untuk kegiatan adat, desain yang digunakan membentuk motif patra dan encak saji. Motif ini sakral bagi masyarakat karena memiliki makna setiap orang harus memiliki rasa hormat kepada Sang Pencipta Kehidupan. Sementara untuk kegiatan sehari-hari, motifnya ialah flora, fauna, dan tokoh pewayangan.  Motif ini memiliki makna yaitu kerapatan antara satu dengan lainnya, saat setiap manusia harus menjalin keharmonisan untuk menciptakan tatanan hidup yang stabil.

Ada Motif Corona Pada Batik Pamekasan

Adalah Batik Pamekasan dengan motif Corona akan dipilih menjadi seragam para delegasi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada November 2022 di Bali. Batik tulis hasil kerajinan warga Pamekasan dipilih atas permintaan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno setelah melihat langsung acara “Pamekasan Fashion Week (PFW)” yang digelar April 2022.

Para perajin batik yang disiapkan oleh Pemkab Pamekasan berasal dari Dusun Podhek, Desa Rangperang Daja, Kecamatan Palengaan, digandeng untuk memproduksi batik premium.  Seperti kita tahu, motif batik-batik yang berasal dari Pamekasan begitu unik dan kaya akan warna.

Motif batik-batik tersebut akan dipamerkan dari motif Corona, Sekar Jagad, Matahari, dan Beras Tumpah yang merupakan batik premium. Motif-motif tersebut sudah menjadi hak paten perajin Pamekasan.

Dari cuma sedikit bisa ditampilan itu saja sudah mampu memperlihatkan betapa luar biasanya kebudayaan dan manusia dimiliki Indonesia. Dan bagaimana Indonesia merajut keberagaman itu dalam kebhinnekaan yang merepresentasika kesatuan Indonesia. (dev/sut)

 


Baca juga: NUSA DUA CIRCLE, Mega Proyek ‘Gagal’. Benarkah Perusahaan dan Orang-Orang yang Terlibat Didalamnya Juga Bermasalah? (BAG: 1)