GEMURUH suara gamelan dan semerbak harum dupa kembali memenuhi Pulau Dewata. Hari Raya Galungan tiba, membawa serta sukacita kemenangan Dharma atas Adharma. Namun, di tengah kemeriahan perayaan dan ramainya aktivitas, Galungan sesungguhnya adalah momen yang tepat untuk melakukan perenungan mendalam. Esensi Galungan tidak hanya terletak pada rangkaian upacara dan persembahan yang khidmat. Lebih dari itu, Galungan mengajak kita untuk menengok ke dalam diri, mengintrospeksi setiap tindakan dan niat yang telah kita perbuat. Kemenangan yang kita rayakan bukanlah semata kemenangan eksternal, melainkan kemenangan internal atas ego, hawa nafsu, dan segala bentuk kegelapan yang berpotensi menguasai diri. Di tengah arus globalisasi dan modernitas yang kian deras, nilai-nilai spiritual seringkali tergerus oleh materialisme dan individualisme. Galungan hadir sebagai pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan antara duniawi dan rohani. Ia mengajak kita untuk kembali pada akar budaya dan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para leluhur. Proses pembuatan penjor, dengan segala simbol dan filosofinya, mengajarkan tentang kerendahan hati dan keterhubungan dengan alam. Persembahan sesajen adalah wujud syukur atas segala karunia yang telah dilimpahkan. Berkumpul bersama keluarga dan sanak saudara mempererat tali persaudaraan dan kebersamaan. Semua rangkaian tradisi ini adalah manifestasi dari upaya untuk meraih keharmonisan dalam diri, dengan sesama, dan dengan alam semesta. Namun, perenungan Galungan tidak berhenti pada tataran individu. Sebagai bagian dari masyarakat, kita juga diajak untuk merenungkan kontribusi kita terhadap lingkungan sekitar. Apakah kita telah menjadi bagian dari solusi atau justru menambah permasalahan? Apakah tindakan kita mencerminkan nilai-nilai Dharma yang kita rayakan? Galungan kali ini menjadi momentum yang tepat untuk merefleksikan peran kita dalam menjaga keharmonisan Bali. Tantangan seperti pelestarian lingkungan, pembangunan yang berkelanjutan, dan menjaga toleransi antarumat beragama membutuhkan kesadaran dan tindakan nyata dari setiap individu. Kemenangan Dharma hendaknya tercermin dalam setiap aspek kehidupan kita, baik dalam skala kecil maupun besar. Mari kita jadikan Hari Raya Galungan ini bukan hanya sebagai perayaan seremonial, tetapi juga sebagai panggilan untuk terus menerus memperbaiki diri dan berkontribusi positif bagi sesama dan alam. Dengan merajut kembali kemenangan diri, kita turut memperkuat fondasi keharmonisan dan kedamaian di Pulau Dewata. Selamat Hari Raya Galungan, dumogi rahayu. (*)
Baca juga:
Sasar Turis Berkualitas