PRAKTIK penahanan ijazah oleh perusahaan kembali mencuat, kali ini dari Surabaya, mengulang sorotan publik atas kebijakan kontroversial ini. Tindakan yang dinilai merugikan administratif pekerja ini juga dianggap mencederai hak asasi serta menghambat mobilitas sosial dan profesional mereka. Banyak pihak menilai penahanan dokumen pribadi seperti ijazah sebagai bentuk ketidakadilan dalam relasi kerja. Ironisnya, praktik ini masih jamak ditemukan tanpa adanya regulasi nasional yang secara tegas melarangnya, menciptakan celah hukum yang kerap dimanfaatkan pengusaha. Jerat Hukum dan Pemaksaan Pakar Hukum Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr M Hadi Shubhan SH MH CN, menegaskan bahwa dari perspektif hukum, penahanan ijazah dapat dikategorikan sebagai pemaksaan yang melanggar prinsip kebebasan bekerja. “Penahanan ijazah oleh pengusaha jelas merugikan pekerja. Ijazah merupakan dokumen pribadi yang melekat pada individu, sehingga seharusnya tidak boleh ditahan,” tegas Prof Hadi melalui keterangan tertulis, Rabu (23/4/2025). Ia menjelaskan, tindakan ini merupakan bentuk pemaksaan karena pekerja berada dalam kondisi mendesak dan membutuhkan pekerjaan. "Pekerja dipaksa karena kondisi yang mendesak dan kebutuhan akan pekerjaan. Jika tidak menuruti keinginan pengusaha, mereka terancam diberhentikan,” ungkapnya. Ketiadaan Regulasi Nasional Prof Hadi menyoroti ketiadaan regulasi nasional yang secara eksplisit mengatur penahanan ijazah dalam hubungan kerja. Menurutnya, urgensi penyusunan aturan yang lebih tegas dan jelas sangat dibutuhkan. “Kalau regulasi secara nasional, seperti dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Menteri, memang belum ada. Namun, khusus di Jawa Timur, terdapat aturan dalam Perda No. 8 Tahun 2016. Dalam Pasal 42 perda tersebut disebutkan bahwa pengusaha dilarang menahan dokumen pribadi milik pekerja seperti KTP, SIM, KK, dan ijazah,” jelasnya. Dampak Pembatasan Mobilitas Praktik penahanan ijazah, lanjut Prof Hadi, memiliki dampak serius terhadap mobilitas sosial pekerja, terutama bagi mereka yang berkeinginan mengembangkan karier atau meningkatkan kualitas hidup. “Dampaknya sangat signifikan terhadap pekerja. Mereka bisa terkekang di perusahaan tempat mereka bekerja saat ini dan tidak dapat dengan mudah berpindah kerja ke tempat lain,” ungkapnya. Sanksi Hukum yang Mengintai Lebih lanjut, Prof Hadi menjelaskan bahwa perusahaan yang melakukan praktik penahanan ijazah dapat dikenai berbagai sanksi hukum. Sanksi ini dapat berasal dari gugatan individu maupun penegakan hukum oleh negara. “Sanksi hukumnya bisa berupa sanksi perdata, di mana pengusaha dapat digugat oleh pekerja ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Selain itu, pengawas ketenagakerjaan di Dinas Tenaga Kerja provinsi atau Kementerian Ketenagakerjaan juga dapat memberikan sanksi administratif. Bahkan, sesuai Perda Jawa Timur tersebut, pelaku juga bisa dikenakan pidana berupa kurungan,” pungkasnya. (riki/suteja)
Baca juga:
Paksa Pacar Aborsi, Pengusaha Toko Emas Dilaporkan ke Polisi