Search

Home / Aktual / Kesehatan

Freedom Summit IV, Mendaki Gunung Demi Harapan

Editor   |    08 Juli 2025    |   22:02:00 WITA

Freedom Summit IV, Mendaki Gunung Demi Harapan
Tim Yayasan Bali Bersama Bisa, siap membantu masyarakat Bali terkait kesehatan mental.

BADUNG, PODIUMNEWS.com - Puluhan orang akan mendaki tiga gunung ikonik Bali, yakni Gunung Abang, Gunung Batur, dan Gunung Agung.

Pendakian akan dilakukan selama tiga hari penuh, bukan demi prestise atau olahraga ekstrem, melainkan demi menjaga agar ribuan warga tetap bisa mendapat layanan kesehatan mental secara gratis.

Inilah semangat di balik Freedom Summit IV, yang akan digelar pada 17–20 Oktober 2025 mendatang. Acara tahunan ini akan menyatukan para pendaki, aktivis, dan masyarakat umum dalam misi kemanusiaan, yakni mendukung keberlangsungan Yayasan Bali Bersama Bisa (BBB), satu-satunya fasilitas kesehatan mental nirlaba di Bali.

“Freedom Summit bukan soal puncak, tapi tentang siapa yang ingin kita bantu di bawah sana,” kata I Wayan Bimbim, Ketua Yayasan Bali Bersama Bisa, saat konferensi pers di Dalung, Badung, pada Senin (8/7/2025).

Yayasan ini setiap bulannya mendampingi lebih dari 1.000 orang, menawarkan layanan konseling individu, terapi kelompok, hingga lokakarya pemulihan. Semua diberikan tanpa biaya. Namun seiring meningkatnya kebutuhan, keberlangsungan layanan ini sangat tergantung pada solidaritas komunitas.

“Kami melihat lonjakan kebutuhan sejak pandemi, dan terus meningkat sampai sekarang. Banyak orang datang dalam kondisi krisis,” ujar Agus Endrawan, Manajer Operasional BBB.

Agus menambahkan, masih banyak yang takut mencari bantuan karena takut dinilai “gila”, bahkan oleh keluarganya sendiri. “Stigma masih besar. Tapi begitu mereka merasa diterima, proses pemulihan bisa mulai berjalan,” katanya.

Di Indonesia sendiri, jumlah psikiater sangat terbatas, sekitar 600 hingga 800 orang untuk 270 juta penduduk. Itu artinya, satu psikiater harus menangani 300.000 sampai 400.000 orang. Dalam situasi ini, layanan seperti yang disediakan BBB menjadi sangat penting, terutama bagi masyarakat yang tidak mampu membayar layanan kesehatan mental swasta.

Untuk menggalang dana operasional, Freedom Summit IV membuka tiga jalur partisipasi. Pertama, Mountain Heroes Division, yakni pendakian tiga gunung dalam tiga hari. Kedua, Mountain Explorers Division, kombinasi pendakian malam dan kebersamaan komunitas selama dua malam. Ketiga, Base Camp Heroes Division, yang berisi kegiatan seperti api unggun, musik, lokakarya, dan pendakian ringan bersama para penerima manfaat BBB.

Setiap peserta wajib membuat halaman penggalangan dana pribadi, dengan target minimal donasi antara Rp1,25 juta hingga Rp5 juta, tergantung divisi yang dipilih. Seluruh dana akan digunakan untuk mempertahankan layanan gratis yang diberikan BBB.

“Semua orang bisa jadi pahlawan, tidak harus naik sampai puncak. Yang penting kita ikut menjaga agar tempat ini tetap ada,” tegas Bimbim.

Rute pendakian dimulai dari Desa Ban, salah satu wilayah termiskin di Bali. Jalur menuju Gunung Agung dibuka melalui lebih dari 500 jam kerja relawan. Dari titik awal itu, langkah demi langkah pendaki akan menjadi simbol dukungan bagi mereka yang sedang berjuang dalam diam.

Freedom Summit pertama kali digelar pada 2021. Summit I mendanai pembangunan fasilitas BBB. Summit II meluncurkan program-program penyelamat jiwa. Summit III menjaga keberlangsungan layanan. Kini, Summit IV hadir untuk menjawab lonjakan permintaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Puluhan orang bunuh diri tiap bulan, tapi jarang kita dengar. Karena semua tertutup stigma. Freedom Summit ingin mengangkat suara mereka yang selama ini tak terdengar,” ucap Bimbim.

Panitia membuka pendaftaran untuk semua kalangan. Siapa pun bisa ikut, berdonasi langsung, menjadi sponsor, atau sekadar menyebarkan kampanye di lingkungan sekitar.

“Kami tidak butuh pahlawan yang sempurna, kami butuh orang-orang yang peduli,” kata Agus.

Di tengah dunia yang semakin kompleks dan penuh tekanan, Freedom Summit IV mengingatkan kita bahwa dukungan kesehatan mental bukan kemewahan, melainkan kebutuhan dasar.

“Kalau kita bisa naik gunung demi foto, kenapa tidak naik gunung demi menyelamatkan hidup orang?” kata Bimbim.

(angga/suteja)

Baca juga :
  • Ketika Psikiater Menulis Tentang Jiwa yang Tak Selesai
  • Gen-Z Berani ke Psikiater, Orang Tua Masih Stigma
  • Baru Diresmikan, NSWAC Bali Sudah Tarik 250 WNA