Search

Home / Kolom / Opini

Koperasi Merah Putih

Editor   |    09 Juli 2025    |   11:12:00 WITA

Koperasi Merah Putih
Gembong Ismadi. (dok/pribadi)

SAYA bayangkan Bung Hatta tersenyum. Cita-cita bapak bangsa yang juga arsitek ekonomi kerakyatan Indonesia itu berusaha kembali dihidupkan. Melalui Koperasi Merah Putih. Koperasi yang diawali dengan perintah pimpinan negara.

Banyak yang pesimis. Desa/kelurahan sebagai objek program ini dianggap belum siap menjalankan konsep ekonomi berbasis koperasi. Bicara pesimisme, saat pendiri bangsa ini memproklamasikan kemerdekaan, keraguan terhadap eksistensi Indonesia juga muncul dari internal maupun eksternal. Alasannya sama, bangsa ini belum siap merdeka.

Proklamasi kemerdekaan memang tidak menjanjikan perjalanan Indonesia akan mudah. Masyarakat adil makmur tidak seketika akan tercipta. Demikian juga Koperasi Merah Putih yang dirancang sebagai penggerak utama ekonomi pedesaan. Jalannya tidak akan mudah, tapi setidaknya memiliki kemerdekaan ekonomi sesuai prinsip koperasi: dari anggota untuk anggota.

Tujuan ideal kemerdekaan ekonomi itu, yang barangkali menjadi ide besar keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, muncul.

Instruksi yang "memaksa" pendirian koperasi di seluruh desa/kelurahan. Instruksi yang "memaksa" rakyat untuk menyatukan potensi ekonominya dalam lembaga formal bernama koperasi.

Sebagai sesuatu yang baru, apalagi terbentuk dalam waktu yang singkat—dengan target 80 ribu koperasi—membuat kaget dan gagap dengan keraguan yang kuat. Akankah Koperasi Merah Putih berjalan? Akankah cita-cita ideal memperkuat ekonomi desa, menyeimbangkan kesejahteraan, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan inklusi keuangan tercapai?

Meleburkan Ego
Hakikat koperasi adalah badan usaha. Dia sama dengan badan usaha lainnya dalam jenis usaha termasuk persaingannya. Pengelolaan koperasi yang bersifat kolektif, dalam teori ekonomi harusnya memperkuat daya saing lembaga ini. Pengurus dan anggota bersama-sama menjadi subjek untuk mencari sumber ekonomi.

Memang tidak mudah mengumpulkan banyak orang dalam satu kelompok untuk bersama-sama menjalankan sistem operasional. Watak alami manusia yang individualis sering kali menjadi penghalang untuk kesamaan persepsi dan langkah. Apalagi ketika perbedaan individualis itu menjadi intrik yang kemudian berkembang ke arah konflik.

Meleburkan dan bukan mempertentangkan ego itulah tujuan dari koperasi. Dalam lembaga ini, kepentingan antarmanusia disatukan menciptakan kekuatan ekonomi, sosial, hingga budaya. Tidak mudah karena membutuhkan komitmen dan konsistensi.

Koperasi dalam terjemahan bebas bisa diartikan bekerja bersama-sama. Dalam koperasi, orang-orang bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan bersama. Yang dibutuhkan adalah kesepakatan arah dari seluruh pengurus dan anggota koperasi, serta kekompakan untuk menghadapi persaingan dunia usaha.

Sebagai entitas ekonomi yang dikelola berkelompok, koperasi potensial menjadi distributor kesejahteraan sehingga keadilan ekonomi juga lebih merata. Hegemoni ekonomi tidak lagi tunggal, tapi juga hegemoni kerakyatan dari dan untuk anggota 80 ribu Koperasi Merah Putih.

Daya Saing
Adalah hal yang wajar terjadi persaingan di sektor ekonomi. Proses itu juga wajib dilalui Koperasi Merah Putih. Meski pembentukan koperasi ini diinisiasi pemerintah, profesionalisme dalam menjalankan usaha mutlak dibutuhkan. Profesionalisme dalam konteks ekonomi kerakyatan.

Banyak pihak khawatir, munculnya Koperasi Merah Putih akan menggerus usaha-usaha—tepatnya warung—milik masyarakat sekitar. Kekhawatiran yang wajar, tapi harusnya tidak berlebihan. Itulah salah satu tantangan profesional dari pengurus Koperasi Merah Putih, untuk menciptakan sistem yang sinergi antara koperasi dan pedagang kecil.

Dalam hubungan dengan pedagang kecil, koperasi bisa memosisikan diri sebagai penguat modal maupun agen barang dengan harga yang bersaing dan pelayanan yang lebih baik.

Yang juga harus dijaga adalah kesadaran dan kesepakatan yang kuat, koperasi adalah lembaga ekonomi profesional. Meskipun Koperasi Merah Putih difasilitasi pemerintah, pinjaman modal ke anggota harus dikembalikan sesuai aturan yang mengikat kedua belah pihak.

Model simpan pinjam ini menjadi salah satu arahan pemerintah untuk membebaskan pedagang kecil dari rentenir. Hanya yang harus ditekankan—sekali lagi—pinjaman modal itu bukan hibah tanpa pengembalian. Meskipun Koperasi Merah Putih program pemerintah, dalam simpan pinjam mereka terikat aturan perkoperasian.

Selain simpan pinjam, Koperasi Merah Putih juga diberi peluang sebagai agen LPG 3 kg. Dengan prioritas dari pemerintah, usaha ini layak dimanfaatkan. LPG yang sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat merupakan pangsa pasar yang rutin. Sebagai agen, Koperasi Merah Putih bisa berperan sebagai distributor ke warung-warung, sehingga tidak terjadi persaingan harga dan konsumen antarusaha rakyat ini.

Wirausaha
Wirausaha sebagai kegiatan dalam merintis, mengelola, dan mengembangkan usaha atau bisnis secara mandiri, membutuhkan ide-ide dan upaya realisasi yang inovatif.

Seorang wirausaha, atau entrepreneur, bertanggung jawab penuh atas semua aspek usaha, mulai dari perencanaan, produksi, pemasaran, hingga pengelolaan keuangan. Dalam koperasi, jiwa wirausaha masing-masing individu diintegrasikan untuk saling mengisi, gotong royong, dan satu arah. Kekuatan yang dahsyat.

Wirausaha yang berasal dari kata wira yang berarti pejuang dan usaha yang berarti perbuatan atau bekerja, selaras dengan Koperasi Merah Putih yang baru dibentuk. Koperasi ini membutuhkan orang-orang yang memiliki jiwa tersebut, khususnya dalam melewati masa transisi rintisan.

Sebagai program "dadakan" dari pemerintah, banyak beredar kabar desa/kelurahan pontang-panting—dengan kurang paham—membentuk Koperasi Merah Putih. Kerja kejar target yang penting lembaganya terbentuk dulu, membuat faktor sumber daya manusia (SDM) kepengurusan juga "asal comot".

"Asal comot" saya tempatkan dalam tanda kutip, karena desa dalam pembentukan kepengurusan Koperasi Merah Putih mengundang orang-orang pilihan. Orang-orang yang dianggap tokoh, berpendidikan, dan memiliki kepedulian. Artinya, dari sisi SDM, orang-orang ini diyakini membawa kemampuan positif.

Bisa jadi saat ini pengurus yang dipercaya belum sepenuhnya memiliki kemampuan teknis perkoperasian. Tapi bukankah kemampuan teknis itu sesuatu yang bisa dipelajari? Bimbingan teknis, kemauan mencari referensi, gigih, berpikiran terbuka, dan inovatif adalah modal dasar SDM yang cukup, bukan?

Penulis: Gembong Ismadi (Jurnalis tinggal di Jembrana, Bali)

Baca juga :
  • Selat Bali Kisah Tragedi Berulang
  • Wartawan Abal-Abal
  • Terjerat Kabel Wifi