GEMERICIK air sungai Campuhan, Ubud, menjadi saksi bisu kedatangan seorang pria Eropa bernama Walter Spies tiba pada tahun 1927, dengan membawa serta kanvas dan palet warnanya. Ia bukan hanya melukis pemandangan, tetapi turut melukis ulang wajah kesenian Bali untuk dunia. "Bali adalah surga yang nyata," tulis Spies dalam catatan hariannya, "Setiap sudutnya adalah inspirasi, setiap orangnya adalah seniman." Ia melihat potensi yang tersembunyi dalam seni tradisi Bali, dan dengan sentuhan jeniusnya, ia membukakan jalan bagi evolusi kesenian Pulau Dewata. Inovasi Pita Maha Pada tahun 1936, Spies, bersama Rudolf Bonnet, mendirikan Pita Maha, sebuah perkumpulan seniman yang menjadi katalisator perubahan. Di sana, teknik-teknik Eropa berpadu dengan tradisi Bali, menghasilkan gaya lukisan yang khas dan memukau. "Kami tidak ingin meniru Eropa," ucap Rudolf Bonnet dalam sebuah wawancara, "Kami ingin menciptakan sesuatu yang baru, yang unik, yang Bali." Adrian Vickers, dalam bukunya "Balinese Art: Paintings and Drawings of Bali 1800-2010" juga menggambarkan betapa besarnya pengaruh gaya Eropa yang dibawa Spies ke dalam seni lukis Bali. Buku ini menjadi bukti bahwa gaya seni lukis Bali mengalami perkembangan yang besar sejak Spies menginjakkan kakinya di Bali. Kecak dan Gamelan Mendunia Spies juga berperan penting dalam pengembangan tari Kecak, sebuah pertunjukan epik yang menggabungkan gerakan dinamis dan suara "cak, cak, cak" yang menggetarkan. Ia melihat potensi dalam tradisi lisan Bali dan mengubahnya menjadi sebuah karya seni yang mendunia. "Kecak adalah manifestasi kekuatan spiritual Bali," kata Spies, "Ia adalah tarian api dan suara yang membakar jiwa." Kecintaannya pada gamelan juga tak terelakkan. Ia mencatat melodi-melodi rumit dan harmoni yang kaya, membuka jalan bagi apresiasi musik Bali di kancah internasional. "Gamelan adalah simfoni dari Timur," tulis Spies, "Ia adalah suara jiwa Bali yang bergetar." Miguel Covarrubias, dalam bukunya "Island of Bali" juga menggambarkan bagaimana keadaan Bali saat itu, yang menunjukkan betapa besar andil Spies dalam memperkenalkan Bali ke dunia luar. "Today almost everybody has heard of Bali." Warisan yang Abadi Meskipun Spies meninggal dunia pada tahun 1942, warisannya tetap hidup dalam setiap goresan kuas, setiap gerakan tarian, dan setiap nada gamelan. Ia adalah sang maestro yang menyihir Bali, mengubahnya menjadi pusat seni yang mendunia. John Stowell, dengan sangat mendalam menjelaskan kehidupan Spies dalam buku "Walter Spies: A Life in Art" dan memberikan konteks yang kuat pada warisan yang ditinggalkan Spies. (isu/suteja)
Baca juga:
Melukis Laksana Menyanyi, Meletakkan Warna Laksana Menari