"Dalam sunyi yang menari, ada suara yang tak terdengar, namun menggema. Gerakan tangan, ekspresi wajah, adalah bahasa kesetaraan, harapan, dan keberanian." Di Desa Bengkala, Buleleng, sunyi bukan berarti bisu. Janger Kolok, tarian pergaulan yang dibawakan oleh penyandang disabilitas tuna rungu dan wicara, membuktikan itu. Sepuluh penari, dengan bahasa isyarat yang khas, menuturkan kisah Arjuna Wiwaha diiringi kendangan dan cengceng. Lebih dari sekadar tarian, Janger Kolok adalah simbol kesetaraan, warisan budaya tak benda yang hidup dan berdenyut di tengah keterbatasan. Tarian ini dirintis oleh almarhum Wayan Nedeng pada 1969, sebuah upaya untuk memberdayakan masyarakat "kolok" (tuna rungu dan wicara) agar setara dengan masyarakat lainnya. "Ini adalah gabungan tari Janger dan seni bela diri, mengadopsi cerita Arjuna Wiwaha," ujar I Kadek Sriparjana, koordinator sekeha Janger Kolok, Kamis (10/4/2025). "Tujuannya, agar mereka yang kolok bisa berkesenian, bisa sejajar." Di wantilan yang mereka sebut KEM, bantuan dari PT. Pertamina, para penari berlatih seminggu sekali. Mereka menjaga kekompakan, mempersiapkan diri untuk setiap panggilan pentas. Namun, regenerasi menjadi tantangan. Populasi masyarakat kolok di Bengkala terus menyusut. "Dulu sekitar 45 orang, sekarang hanya 35," kata Sriparjana. "Dan tidak bisa dipaksakan, mereka harus benar-benar ingin ikut." Lebih dari sekadar tarian, Janger Kolok adalah bahasa. Bahasa isyarat yang tumbuh dan berkembang di Desa Bengkala, menjadi jembatan komunikasi di antara mereka yang hidup dalam sunyi. Tarian ini adalah suara, meski tanpa kata. Ekspresi, meski dalam keterbatasan. Harapan terus dipanjatkan. Sriparjana berharap Janger Kolok terus lestari, mendapat kesempatan tampil di berbagai acara, dari pemerintah hingga wisatawan. "Terima kasih atas kesempatan tampil di RTH Bung Karno," ujarnya. "Itu luar biasa, agar eksistensi Janger Kolok terus terjaga." Di tengah gemerlap panggung, di balik gerakan tari yang indah, ada kisah perjuangan, ada harapan akan kesetaraan. Janger Kolok, tarian dari desa sunyi, adalah suara hati yang lantang, pesan kesetaraan yang menari. (suteja)
Baca juga:
Melukis Laksana Menyanyi, Meletakkan Warna Laksana Menari