Search

Home / Kolom / Opini

Delik Kesusilaan dalam Pembaharuan Hukum Pidana

   |    12 November 2019    |   09:00:02 WITA

Delik Kesusilaan dalam Pembaharuan Hukum Pidana
Nyoman Kinandara Anggarita, Kadek Yogi Barhaspati, Gusti Agung Nyoman Ananda Devi Semara Ratih dan Anak Agung Ayu Anaya Widya Sukma, Mahasiwa Hukum Universitas Udayana

SEBAGAI salah satu negara hukum, masyarakat Indonesia senantiasa selalu berjalan sesuai dengan tata aturan yang berlaku di Indonesia.Hukum selalu hadir dalam kehidupan manusia yang menjadi batasan setiap tingkah laku manusia dalam menjalani aktivitasnya. Manusia masyarakat dan hukum merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan satu sama lain. Dimana ada manusia pasti ada masyarakat dan dimana ada masyarakat pasti ada hukum. Setiap manusia yang hidup dalam masyarakat tentu memiliki kepentingan pribadinya juga selain kepentingan individunya. Sehingga untuk menjaga setiap hak manusia agar dapat berjalan sebagaimana mestinya tanpa mengganggu hak orang lain diperlukan hukum untuk dapat mengatur segala tingkah laku manusia itu.

Hukum memiliki peranan langsung dalam menghadapi perubahan-perubahan di masyarakat yaitu sebagai sosial control dan social engeneering. Proses menghadapi perubahan di masyarakat harus adanya kajian yang mendalam agar hukum itu dapat mencangkup segala aspek permasalahan sehingga nilai kepastian, kemanfaatan, dan keadilan dapat terwujud. Seperti yang diungkapkan oleh Satjipto Raharjo “Hukum itu untuk masyarakat, bukan masyarakat untuk hukum” . Sehingga sudah barang tentu hukum yang ada atau hukum positif harus menyesuaikan dengan kondisi masyarakat sekarang.Sebagai salah satu hukum yang ada, hukum pidana juga tidak terlepas dari segala bentuk penyesuaian-penyesuaian hukum sesuai dengan kondisi dewasa ini.Sifat publik yang dimiliki oleh hukum pidana merupakan syarat untuk dapat diberlakukannya hukum pidana diseluruh Indonesia tanpa terkecuali. Materi yang termuat dalam hukum pidana juga sangat sarat kaitannya dengan nilai kemanusiaan sehingga dalam pembahasannya harus ekstra hati-hati.

Keinginan untuk dapat memperbaharui hukum pidana sudah sejak lama didengung-dengungkan oleh pemerintah kita. Namun dalam pelaksanaannya hingga kini hukum pidana kita yang termuat dalam KUHP belum bisa diperbaharui. Hal ini dikarenakan timbulnya pro dan kontra di masyarakat terkait pembaharuan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap hukum pidana.Tetapi yang menjadi sorotan terkait hal ini sebenarnya adalah mengapa hukum pidana yang ada saat ini harus diperbaharui.Sehingga untuk menjawab hal tersebut maka penulis berniat untuk membahas hal tersebut.

Beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia sedang dihadapkan dengan polemik-polemik dalam terkait pembaharuan hukum pidana. Pembaharuan yang dimaksud yaitu munculnya RUU KUHP yang menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Rakyat dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi datang berbondong-bondong melakukan aksi turun ke jalan untuk melakukan unjuk rasa menyampaikan aspirasinya masing-masing terkait penolakan Rancangan Undang – Undang Kitab Undang – Undang Hukum Pidana. Aksi - Aksi tersebut juga sempat diwarnai kerusuhan antara Aparatur Keamanan Negara dengan Mahasiswa. Dalam kerusuhan ini, yang menjadi sorotan adalah apakah perlu hukum pidana kita yang ada dalam KUHP harus diperbaharui.Sebelum membahas lebih jauh lagi mengenai pembaharuan hukum pidana, mari kita ketahui dulu secara singkat apa itu hukum pidana.

Hukum Pidana merupakan hukum yang paling tua saat ini di Indonesia.hukum pidana memiliki keberagaman pengertian sampai saat ini. Secara sederhana hukum pidana dapat dikatakan merupakan hukum yang medatangkan penderitaan. Ada 2 (dua) fungsi yang dapat dicermati dari hukum pidana, antara lain :

  1. Secara umum hukum pidana mempunyai fungsi yaitu mengatur dan membatasi segala tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat, menyelenggarakan agar terwujudnya ketertiban umum dalam masyarakat, dan mewujudkan rasa aman di lingkungan masyarakat. 
  2. Secara khusus hukum pidana mempunyai fungsi yaitu melindungi kepentingan hukum seseorang dalam arti lain melindungi dari perbuatan yang dapat membahayakan dan merugikan orang lain, memberikan penderitaan kepada pelaku kejahatan dan mempertahankan norma.

Beberapa alasan Hukum pidana itu harus diperbaharui dapat ditinjau melalui beberapa aspek yaitu :

Secara Filosofis

Pembaharuan hukum pidana harus dilakukan karena hukum pidana menyangkut dengan Hak Asasi Manusia. Memang benar jika hukum pidana dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia seseorang tentu akan membuat hukum pidana itu tidak bisa berjalan. Namun dalam satu sisi pelaku kejahatan juga melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia dari Korban Kejahatannya. Berangkat dari kejadian, itu hukum pidana hadir untuk memberikan Keadilan bagi setiap pihak. Hukum pidana lebih menekankan pada pendatangan penderitaan bagi pelaku kejahatan. Namun yang jadi permasalahan apakah dengan penderitaan itu pelaku kejahatan akan berkurang atau tidak melakukan kejahatan lagi? Apakah si pelaku kejahatan dapat diterima kembali dalam masyarakat selepas ia menjalani hukuman? Sebenarnya yang diinginkan itu ialah bagaimana hukum pidana itu dapat memberikan pembinaan bagi pelaku maupun masyarakat.

Secara Historis 

Hukum pidana yang ada saat ini merupakan warisan dari Belanda dengan nama wetboek van strafrecht. Hal tersebut bisa dilihat bahwa perbedaan budaya sangat berpengaruh. Ada beberapa kebudayaan Belanda yang tidak sesuai dengan kebudayaan asli bangsa Indonesia sehingga tentu perlu adanya pembaharuan yang dapat menyesuaikan hukum pidana dengan budaya masyarakat Indoneisia.

Secara Politis

Setelah 74 tahun Indonesia merdeka, Negara Indonesia belum mampu menciptakan hukum pidana nasional. Pengaturan pidana yang ada dalam KUHP saat ini masih merupakan warisan dari hukum kolonial yang merupakan produk hukum dari Bangsa Belanda. Seharusnya sebagai bangsa yang berdaulat dan mandiri seharusnya Indonesia telah mempunyai hukum pidana hasil produknya sendiri.

Secara Sosiologis

Perkembangan jaman yang begitu cepat tentu juga disebabkan karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dan mumpuni. Perkembangan ini juga diiringi dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam Masyarakat. Masyarakat akan secara otomatis mengikuti perkembangan IPTEK atau yang sering disebut moderenisasi. Perubahan-perubahan yang terjadi dimasyarakat ini tentu juga akan menimbulkan persoalan hukum baru yang dalam hal ini berkaitan dengan hukum pidana. Maka tentu sangat diperlukan suatu pembaharuan hukum pidana yang dapat mengatasi permasalahan-permasalahan baru yang terjadi di masyarakat sehingga ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat tetap dapat terjaga.

Secara Bahasa

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah hasil warisan dari Bangsa Belanda sehingga tentu dalam penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia banyak terjadi kendala seperti tidak semua Bahasa Belanda dapat diartikan ke dalam Bahasa Indonesia. hal ini dapat mengakibatkan kekeliruan penafsiran pasal yang dikarenakan oleh kesalahan dalam proses penerjemahannya. 

Selain alasan-alasan diatas, adapun ide dasar yang mendorong hukum pidana itu harus diperbaharui antara lain:

  1. Ide “Penal Reform” khususnya dalam menunjang ide pembaharuan sistem hukum nasional. Ide Penal Reform mencuat bagaimana hukum nasional kita itu harus dapat diperbaharui. Seperti yang sudah disampaikan bahwa memang benar hukum pidana yang ada saat ini merupakan hasil dari warisan Bangsa Belanda yang tentu sebagai negara yang berdaulat seharusnya sudah dapat membuat dan memiliki hukumnya sendiri yang dalam hal ini adalah hukum pidana.
  2. Ide dasar yang menuju pada keseimbangan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dikarenakan hukum pidana itu selalu dikait-kaitkan dengan HAM dari sesorang padahal disatu sisi, Pelaku pelanggaran juga melanggar Hak Asasi Manusia orang lain. Hal inilah yang menjadi dasar pembenahan dalam hukum pidana, yang mencoba melakukan keseimbangan dengan nilai-nilai Pancasila karena Pancasila merupakan dasar dari pembentukan segala bentuk peraturan di negara kita. Menggunakan keseimbangan nilai-nilai Pancasila diharapkan dapat memberikan keadilan yang seadil-adilnya dalam menyelesaikan perkara pidana di Indonesia yang sedang terjadi.
  3. Ide dasar yang menuju pada keseimbangan hukum internasional yang terkait pada masalah pidana (baik ius constitutum maupun ius constituendum) serta perkembangan ide-ide yang dicetuskan dalam seminar baik nasional maupun internasional). Disamping melihat hukum pidana itu harus seimbang terhadap nilai-nilai Pancasila, hukum pidana yang ada itu juga harus seimbang dengan hukum internasional. Hukum pidana tidak boleh bertentangan dengan hukum internasional yang dalam arti lain hukum pidana harus selaras dengan hukum internasional yang ada.

Pembaharuan hukum pidana tidak serta merta hanya merubah pasal demi pasal saja, namun pembaharuan hukum pidana juga dilakukan dengan melakukan perubahan-perubahan terhadap asasnya.Asas dalam hukum merupakan landasan-landasan atau dasar-dasar dalam terbentuknya suatu pasal.Ide dasar pembaharuan asas dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:

  1. Nilai-nilai pada sosio-filosofis, sosio-politik, sosio-ekonomi, dan sosio-kultural.
  2. Bagaimana pengalaman perjalanan berbagai permasalahan hukum yang berkaitan dengan pidana, yang terjadi sejak Bangsa Indonesia merdeka hingga dewasa ini. Seiring berjalannya waktu permasalahan mengenai pidana akan terus berkembang dalam masyarakat. Kejahatan ini harus diatasi untuk dapat menjamin keamanan dan ketertiban masyarkat. 
  3. Fakta-fakta atau kenyataan yang terjadi dalam pengalaman praktik penegakan hukum pidana. Hal ini dikarenakan karena adanya perkembangan dalam berbagai bentuk tindak pidana sehingga tentu agak menyulitkan juga dalam proses penegakan hukumnya terhadap pelaku kejahatan. Disamping itu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hukum pidana harus dapat memberikan pembinaan kepada pelaku kejahatan sehingga setelah selesai menjalankan hukuman, pelaku kejahatan dapat jera atau tidak mengulangi perbuatannya lagi.
  4. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang dilandasi adanya interaksi masyarakat pedesaan-kota, regional-nasional, internasional atau global. Dengan adanya interaksi langsung antara masyarakat lokal dengan internasional baik dengan berkunjung ke negara kita atau melalui teknologi, secara tidak langsung akan membawa dampak pada pertukaran atau masuknya budaya-budaya baru ke negara kita. Budaya yang masuk ini juga mengakibatkan banyak perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang tentu bila ada perubahan pasti juga ada masalah hukum baru yang timbul.
  5. Perkembangan teori-teori atau keilmuan maupun IPTEK. Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi kian hari kian berkembang, banyaknya inovasi-inovasi yang berhubungan dengan teknologi memang semakin memudahkan manusia dalam proses interaksi maupun melakukan aktivitas lain. Namun kemajuan IPTEK ini juga memberikan dampak pada timbulnya kejahatan-kejahatan baru yang berkaitan dengan pidana yang tentu harus juga untuk diatur dalam hukum pidana. Misalnya saja dengan menggunakan sosial media, manusia dapat secara mudah menjamah dunia luar tanpa ada batasan. Hal inilah yang dapat dengan mudah dijadikan sebagai cara baru membuat kejahatan.
  6. Banyak dan lebih terbukanya bahan-bahan komparasi. Artinya saat ini hukum pidana semakin memiliki banyak bahan perbandingan dikarenakan masalah yang kian hari kian bertambah sehingga perlu ada pembenahanan dalam hukum pidana sebagai hasil perbandingan baik dengan hukum lainnya atau dengan fakta yang terjadi bagaiamana hukum itu diterapkan dalam masyarakat.

Terdapat 3 (tiga) arah teknis dari adanya pembaharuan hukum pidana, arah inilah yang menjadi acuan mendasar apa saja yang harus diperbaharui dalam hukum pidana itu sehingga dapat menjadi efektif dalam penegakannya. Adapun ketiga arah ini antara lain :

  1. Mengevaluasi dan menentukan kembali perbuatan-perbuatan mana yang perlu dipertahankan untuk dilarang yang disertai ancaman sanksi, serta perbuatan apa saja yang perlu didekriminalisasi atau yang harus dikriminalisasi.
  2. Mengevaluasi dan menentukan kembali kapan dan dalam hal apa mereka yang melakukan kejahatan dapat dikenakan atau dijatuhi sanksi pidana.
  3. Mengevaluasi dan merevitalisasi dalam menentukan dengan cara apa dan bagaimana sanksi pidana itu dapat dijatuhi dan dilaksanakan oleh pelaku kejahatan.

Setelah mengetahui beberapa alasan mendasar mengenai mengapa hukum pidana itu harus diperbaharui, maka penulis akan mencoba membandingkan beberapa hal yang menjadi pembeda antara hukum pidana yang termuat dalam KUHP dan RUU KUHP. Berikut ini adalah beberapa hal yang coba dibandingkan dari delik kesusilaan yang ada dalam KUHP maupun RUU KUHP. Delik kesusilaan merupakan suatu tindak pidana yang berkaitan dengan kesusilaan. Pengaturan tindak pidana kesusilaan dalam KUHP (dan juga RUU KUHP) pada hakikinya dimaksudkan untuk melindungi nilai-nilai kesusilaan yang ada dalam masyarakat, dan bukan sebatas untuk melindungi perempuan atau pihak lain yang menjadi korban atas perkosaan atau kekerasan seksual lainnya. Tindak pidana kesusilaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP) diatur dalam Buku Kedua Bab XIV dan Buku Ketiga Bab VI. KUHP yang berlaku sekarang ini telah mulai diberlakukan sejak tahun 1918. Di dalam RUU KUHP terdapat penambahan pasal maupun penegasan pasal yang berkaitan dengan delik kesusilaan.Hal ini diharapkan mampu memberi perlindungan bagi semua orang tanpa terkecuali. Penambahan pasal tersebut antara lain :

  1. Penambahan pasal mengenai marital rape atau pemerkosaan yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya dalam status perkawinan yang sah. Hal ini bertujuan untuk melindungi sang istri dari kekerasan yang dilakukan oleh suami kepadanya karena dianggap dapat membahayakan si istri nantinya. Marital rape sebeneranya sudah sejak lama diatur dalam Undang-Undang PenghapusanKekerasanDalam Rumah Tangga hanya saja saat ini dituangkan juga dalam RUU KUHP.
  2. Penambahan pasal mengenai oral sex. Kejahatan terhadap kesusilaan semakin beragam bentuknya, seperti misalnya mengenai pemerkosaan yang juga memasukkan benda-benda ke alat vital milik korban yang tentu membahayakan si korban nantinya. Hal ini harus mendapat perhatian sehingga dapat melindungi korban kejahatan nantinya.
  3. Penambahan pengaturan mengenai pemerkosaan sesama jenis. Sejatinya pengaturan menganai tindak pidana ini telah diatur dalam KUHP hanya belum mencangkup bagaimana jika si korban adalah orang dewasa dan bukan anak-anak. Disinilah yang coba dibenahi agar segala aspek kejahatan dapat terakomodir.
  4. Penambahan pasal mengenai kumpul kebo. Penambahan pasal ini sempat menghebohkan wisatawan luar negeri yang takut berkunjung ke Indonesia dikarenakan adanya pasal ini. Ini dikarenakan orang-orang luar tidak seperti masyarakat lokal yang harus menikah dengan status yang sah secara agama dan hukum. Namun sebenarnya dalam penjelasan pasal ini di RUU KUHP telah jelas menyebutkan bahwa pasal ini merupakan delik aduan dan hanya dapat diadukan oleh pihak keluarga, suami atau istri, dan anak.Kumpul kebo ini diatur karena dapat menimbulkan keresahan dan kegaduhan dalam masyarakat sehingga tentu negara berhak untuk turut hadir didalamnya sehingga dapat mengatasi hal tersebut.

Dari uraian penjelasan diatas dapat kita tarik beberapa kesimpulan yaitu :

  1. Terdapat lima alasan dilakukannya pembaharuan hukum pidana yaitu historis, filosofis, sosiologis, politis, dan bahasa.
  2. Ide dasar dari pembaharuan asas dalam hukum pidana dilakukan karena melihat perkembangan permasalahan hukum pidana dan bagaimana proses penegakan hukum pidana yang terjadi selama ini.
  3. Pokok pikiran pembaharuan hukum pidana datang dari ide penal reform, ide keseimbangan nilai Pancasila, serta ide keseimbangan hukum internasional.
  4. Arah teknis pembaharuan dilakukan dengan melakukan berbagai evaluasi dimulai dari perbuatan mana yang harus dilarang hingga bagaimana cara penjatuhan dan pelaksanaan hukumannya.
  5. Dalam delik kesusilaan, RUU KUHP hanya menambahkan dan mempertegas perbuatan mana yang dilarang dan dianggap melanggar kesusilaan sehingga keadilan dapat diperoleh seadil-adilnya

Sehingga memang benar, hukum pidana yang ada saat ini haruslah mengalami penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan perkembangan jaman. Seperti ibarat seseorang tidak akan mungkin bisa bertahan menggunakan baju yang sudah sangat lama ia beli karena sudah tidak sesuai dengan kondisinya sekarang ini, hukum haruslah juga demikian. Hukum dibuat untuk masyarakat bukanlah masyarakat itu untuk hukum. Kesalahan persepsi yang demikianlah akan memaksakan hukum itu untuk diterapkan.Hukum harus selalu mengikuti perubahan-perubahan sesuai dengan kondisi kekinian. maka tidak menutup kemungkinan hukum pidana sekalipun yang termuat dalam KUHP juga seharusnya mengalami perubahan atau penyesuaian dengan keadaan masyarakat Indonesia saat ini, hanya saja dalam perumusan pasalnya mungkin harus diperhatikan kembali tata bahasanya sehingga tidak menyesatkan bagi pembaca sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda pula.

 

DAFTAR PUSTAKA

Efendi Marwan. 2014. “Teori Hukum Dari Perspektif Kebijakan, Perbandingan dan Harmonisasi Hukum Pidana”. Jakarta: Gaung Persada Pers Group

Moeljatno. 1993. “Asas-Asas Hukum Pidana”. Jakarta: Rineka Cipta.

Parwata Oka. 2016. “Memahami Hukum dan Kebudayaan”. Tabanan: Pustaka Ekspresi.

Sudarto. 1986. “Kapita Selekta Hukum Pidana”. Bandung: Alumni.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

 

Rujukan

Zaidan M. Ali. 2018. “Menuju Pembaharuan Hukum Pidana”. Jakarta: Sinar Grafika.

Siahaan Monang. 2016. “Pembaharuan Hukum Pidana”. Jakarta: Grasindo

Tahmid Nur Muhammad. 2018. “Menggapai Hukum Pidana Ideal Kemaslahatan Pidana Islam dan Pembaharuan Hukum Pidana Nasional”. Yogyakarta:DEEPUBLISH.

 

Oleh : Nyoman Kinandara Anggarita, Kadek Yogi Barhaspati, Gusti Agung Nyoman Ananda Devi Semara Ratih, Anak Agung Ayu Anaya Widya Sukma

Mahasiwa Hukum Universitas Udayana

Korespondensi 

Kinandaraa@gmail.com

Yogibarhaspati15@gmail.com

Ananda.devisr@gmail.com

Anaya.widyaa@gmail.com

Baca juga :
  • Wartawan Abal-Abal
  • Terjerat Kabel Wifi
  • Bali Terdampak Geopolitik Timur Tengah