DI jantung Pulau Dewata, Denpasar, sebuah kota yang seharusnya bersinar dengan gemerlap pariwisata, tersembunyi sebuah ironi yang pedih. Seribu ton sampah, angka yang begitu mencengangkan, menari-nari setiap hari, merusak keindahan yang selama ini diagungkan. Di balik hamparan sawah yang menghijau, di antara pura-pura megah yang berdiri angkuh, dan di sepanjang pantai-pantai eksotis yang memanjakan mata, tumbuh sebuah gunung sampah yang mengancam. Denpasar, sang ibu kota Provinsi Bali, menjadi penyumbang utama dalam simfoni kelam ini. Dari 1,2 juta ton sampah yang dihasilkan Bali sepanjang tahun 2024, 360 ribu ton di antaranya berasal dari kota ini. Sampah organik, sisa-sisa makanan dan ranting-ranting kayu, mendominasi, mencapai 68,32 persen. Namun, di tengah tumpukan itu, terselip ancaman lain: plastik, sang pembunuh senyap yang sulit terurai, merusak ekosistem dengan perlahan tapi pasti. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, yang seharusnya menjadi benteng terakhir dalam perang melawan sampah, kini telah berubah menjadi medan perang yang sesungguhnya. Seribu lima ratus ton sampah membanjiri tempat itu setiap hari, melebihi kapasitasnya, menciptakan tumpukan sampah setinggi 15–25 meter. Gunung sampah ini bukan hanya merusak pemandangan, tetapi juga menebar ancaman nyata. Tanah longsor, kebakaran seperti yang terjadi pada tahun 2018, dan emisi gas metana, semua itu menjadi bagian dari mimpi buruk yang menghantui Denpasar. Lindi, cairan hitam pekat yang merembes dari tumpukan sampah, meracuni air tanah, merusak sumber kehidupan. Krisis sampah di Denpasar bukan lagi sekadar masalah estetika, tetapi telah menjadi ancaman nyata bagi lingkungan dan citra Bali sebagai destinasi pariwisata kelas dunia. Surga yang dulu memesona, kini menangis di bawah beban sampah yang tak tertahankan. Di tengah gemerlap lampu kota dan deru ombak pantai, tersembunyi sebuah kisah pilu tentang krisis lingkungan yang mendera. Akankah Denpasar, sang jantung Pulau Dewata, mampu bangkit dari mimpi buruk ini? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. (fathur)
Baca juga :
• Jadikan Bali Destinasi Wisata Kesehatan
• Kasus HIV Didominasi Ibu Rumah Tangga
• Cegah Aborsi Ilegal