Search

Home / Khas / Sosial Budaya

Uniknya Bukakak, Tradisi Kesuburan dari Buleleng

Editor   |    14 April 2025    |   01:33:00 WITA

Uniknya Bukakak, Tradisi Kesuburan dari Buleleng
Tradisi Ngusaba Bukakak di di Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan, Buleleng.. (giriemas)

GEMURUH gamelan "Tik Nong" memecah keheningan pagi di Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan, Buleleng. Pada Purnama Sasih Kedasa, Minggu (13/4/2025), tradisi Ngusaba Bukakak kembali digelar, menyuguhkan simbol kesuburan yang sarat makna dan memukau mata. Lebih dari sekadar ritual, Bukakak adalah wujud syukur masyarakat atas limpahan hasil bumi.

Desa yang lahir dari pemekaran Desa Sangsit pada 14 November 2005 ini memang dikenal subur. Terletak di antara laut Bali dan perbukitan Jagaraga, Giri Emas dianugerahi tanah yang gembur dan cocok untuk pertanian. Namun, kekayaan alam ini tak membuat mereka lupa akan akar tradisi.

"Ngusaba Bukakak, ini ungkapan terima kasih kami kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa, Dewi Kesuburan," tutur Wayan Sunarsa, Ketua Panitia, di tengah riuh rendah persiapan upacara. Bupati Buleleng, I Nyoman Sutjidra, dan Wakil Bupati Gede Supriatna pun turut hadir, larut dalam suasana sakral.

Bukakak, simbol utama tradisi ini, bukanlah sekadar hiasan. Ia adalah burung Garuda dari daun enau muda, dihiasi kembang sepatu merah, hasil perpaduan "Lembu" (Siwa) dan "Gagak" (Wisnu). Di dalamnya, seekor babi dipanggang setengah matang, menampilkan tiga warna: merah, hitam, dan putih, lambang Siwa, Wisnu, dan Sambhu.

"Babi ini simbol penyatuan tiga sekte. Punggungnya matang, bawahnya mentah, menyimbolkan tiga dewa utama," jelas Sunarsa.

Upacara dimulai pagi hari. Setelah Bukakak selesai dibuat, warga berkumpul di Pura Pasek/Subak. Hanya warga dewasa, mengenakan pakaian putih merah, yang boleh mengusung Bukakak. Remaja, berpakaian putih kuning, membawa sarad alit. Laki-laki dewasa mencoret wajah, mengikuti tradisi leluhur.

"Merah putih simbol kesatuan semesta, kuning putih simbol tunas kehidupan," kata seorang warga, di tengah prosesi.

Bukakak sebenarnya bagian dari Ngusaba, serangkaian upacara besar. Namun, keunikan dan kemeriahannya membuat Bukakak lebih dikenal. Rangkaian upacara dimulai lima hari sebelum Bukakak, dengan Melasti, penyucian benda sakral. Dilanjutkan Ngusaba Uma, Panti, dan Gaduh, lalu Ngembang dan Nuntun, dialog spiritual dengan jro mangku.

Tiga hari sebelum Bukakak, Dangsil, kerucut dari pinang dan bambu, diarak dengan iringan gamelan. Ngusaba Segara dan Dalem pun digelar. Puncak acara, Ngusaba Gede, disusul Bukakak, dan ditutup tarian "Plaus," ungkapan syukur.

"Dulu, setiap tahun kami gelar, tapi biaya besar. Sekarang, dua tahun sekali," kata seorang tetua adat.

Bagi warga Giri Emas, Bukakak bukan sekadar tontonan. Ini adalah warisan leluhur, perekat komunitas, dan ungkapan syukur atas limpahan rezeki. Di tengah modernitas, tradisi ini tetap hidup, memancarkan keunikan dan kekayaan budaya Bali. (suteja)


Baca juga: Melukis Laksana Menyanyi, Meletakkan Warna Laksana Menari