Search

Home / Kolom / Editorial

Ketika Laut Menuntut Tanggung Jawab

Editor   |    05 Juli 2025    |   21:48:00 WITA

Ketika Laut Menuntut Tanggung Jawab
Editorial. (Podiumnews)

TENGGELAMNYA KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali menjadi duka yang tak hanya merenggut nyawa, tetapi juga menggugah kesadaran kolektif kita akan rapuhnya sistem keselamatan pelayaran. Hingga Sabtu sore (5/7/2025), 36 dari 65 orang yang berada di kapal telah ditemukan. Enam di antaranya meninggal dunia. Sisanya masih hilang, ditelan lautan yang seharusnya bisa mereka lintasi dengan aman.

Tragedi ini bukan yang pertama. Dan bila tak ada pembenahan menyeluruh, bisa jadi bukan yang terakhir. Setiap kali musibah semacam ini terjadi, publik disuguhi rangkaian operasi pencarian, pernyataan resmi, dan janji evaluasi. Namun, jarang ada perubahan mendasar yang benar-benar menjangkau akar persoalan: standar keselamatan yang longgar, pengawasan yang lemah, dan masih minimnya antisipasi risiko cuaca serta kapasitas teknis kapal.

Yang mencuri perhatian dalam insiden ini adalah peran para nelayan tradisional. Dengan keterbatasan peralatan, mereka justru menjadi penyelamat tercepat. Belasan penumpang berhasil dievakuasi oleh tangan-tangan rakyat biasa yang sehari-hari berlayar tanpa radar, tanpa sonar, hanya bermodal pengalaman dan keberanian. Di tengah ketegangan, solidaritas masyarakat kembali terbukti sebagai kekuatan paling nyata dalam merespons bencana.

Sudah saatnya peran masyarakat ini tidak hanya diakui secara seremonial, tetapi juga diperkuat melalui kebijakan yang melibatkan mereka dalam sistem mitigasi bencana maritim. Mereka adalah mata dan tangan negara yang sesungguhnya di garis depan.

Namun lebih dari itu, tragedi ini adalah panggilan keras kepada seluruh pemangku kebijakan pelayaran nasional. Keselamatan bukan sekadar prosedur administratif. Ia adalah nyawa. Ia adalah keluarga yang menunggu di pelabuhan. Ia adalah tanggung jawab moral yang tak bisa ditunda dengan alasan birokrasi.

Kita mendukung penuh semua upaya pencarian korban dan apresiasi setinggi-tingginya kepada tim SAR gabungan, TNI, Polri, Basarnas, serta masyarakat nelayan. Namun dukungan moral tak cukup. Kita menuntut evaluasi menyeluruh atas moda transportasi laut antarprovinsi, utamanya yang mengangkut penumpang dan kendaraan secara reguler.

Karena laut bukan hanya jalur penghubung antarwilayah. Ia adalah ruang hidup yang menuntut tanggung jawab, bukan kelengahan. (*)

Baca juga :
  • Bhayangkara di Titik Balik Sejarah
  • Bali dan Denyut Baru Pariwisata
  • Menelisik Bali Lewat Sorot