Search

Home / Aktual / Gaya Hidup

Karma Itu Nyata, Ilmu dan Pakar Menjelaskan

Nyoman Sukadana   |    29 September 2025    |   13:46:00 WITA

Karma Itu Nyata, Ilmu dan Pakar Menjelaskan
Ilustrasi: Daun jatuh ke permukaan air, menciptakan riak lembut yang menggambarkan hukum sebab-akibat dalam kehidupan manusia. (podiumnews)

SELAMA ini banyak orang menganggap hukum karma sebagai bagian dari ajaran spiritual yang tidak bisa dijelaskan secara logika. Namun pandangan itu mulai berubah. Seiring berkembangnya psikologi dan neurosains, sejumlah temuan menunjukkan bahwa prinsip hukum karma bekerja alami dalam kehidupan manusia. Tidak melalui keajaiban, melainkan lewat mekanisme biologis, psikologis, dan sosial yang saling terhubung.

Hukum Sebab Akibat

Dalam tradisi Hindu dan Buddha, hukum karma berarti setiap tindakan akan menghasilkan akibat. Prinsip ini tidak berbicara tentang hukuman, melainkan keseimbangan. Apa pun yang dilakukan seseorang akan kembali dalam bentuk pengalaman, keadaan, atau suasana batin. Pendekatan ilmiah modern kini membantu menjelaskan bagaimana sebab dan akibat itu terjadi pada manusia.

Peneliti emosi dan otak Richard J. Davidson dari University of Wisconsin–Madison menunjukkan bahwa emosi dan niat memengaruhi pola aktivitas otak yang terkait kesejahteraan atau stres. Kajian tentang emosi positif seperti welas asih dan kejujuran berkorelasi dengan peningkatan regulasi emosi dan ketenangan, sedangkan kebencian dan iri berkaitan dengan aktivasi rangkaian stres dan kecemasan. Temuan ini memberi dasar biologis bahwa kualitas tindakan dan pikiran akan kembali memengaruhi pelaku.

Reaksi Tubuh

Tubuh manusia merekam setiap perbuatan melalui reaksi kimiawi. Saat seseorang menolong, otaknya memproduksi endorfin dan oksitosin yang menumbuhkan rasa nyaman serta kedekatan sosial. Sebaliknya, kebohongan, manipulasi, dan permusuhan menaikkan kadar kortisol dan adrenalin. Jika berlangsung lama, kondisi ini berhubungan dengan gangguan tidur, tekanan darah tinggi, kelelahan, serta penurunan daya tahan tubuh.

Peneliti di Harvard T.H. Chan School of Public Health menemukan bahwa sikap optimistis berhubungan dengan risiko penyakit jantung yang lebih rendah, sedangkan pesimisme dan pikiran negatif meningkatkan stres dan inflamasi dalam tubuh. Hasil ini memperkuat pandangan bahwa pola pikir dan perilaku sehari-hari berperan besar dalam menentukan kesehatan fisik dan mental seseorang.

Resonansi Sosial

Dari sisi psikologi sosial, hukum karma terlihat dalam cara perilaku manusia memantul lewat respons lingkungan. Kejujuran menumbuhkan kepercayaan. Kerendahan hati mempermudah kolaborasi. Manipulasi dan kesombongan justru mempercepat hilangnya dukungan. Psikolog sosial Jonathan Haidt menegaskan bahwa kebajikan moral bekerja seperti cermin: apa yang dipancarkan seseorang, itulah yang ia terima kembali dalam kualitas hubungan sosialnya.

Fenomena ini juga tampak di dunia digital. Studi MIT Media Lab yang meneliti penyebaran informasi di media sosial menunjukkan bahwa konten negatif seperti hoaks dan ujaran kebencian memang cepat menyebar, tetapi berdampak buruk pada kesejahteraan psikologis pelakunya. Sebaliknya, berbagi informasi positif dan dukungan sosial meningkatkan rasa koneksi dan kebahagiaan pengguna.

Energi Alam

Dalam fisika klasik berlaku kaidah aksi dan reaksi. Setiap aksi menimbulkan reaksi. Secara analogis, energi yang keluar dari pikiran, kata, dan tindakan tidak pernah hilang, melainkan berubah bentuk dan kembali sebagai konsekuensi yang dialami pelaku di waktu berbeda. Komunikator sains Brian Cox menjelaskan dalam The Human Universe bahwa energi tidak bisa dimusnahkan, hanya berubah wujud di dalam sistem kehidupan. Prinsip ini menggambarkan bahwa hukum karma sejatinya adalah hukum alam yang bekerja dengan keseimbangan sempurna.

Kesadaran Diri

Jika dirangkum, hukum karma bekerja melalui tiga lapisan. Pertama, biologis: tubuh merespons kualitas tindakan lewat hormon dan sistem saraf. Kedua, psikologis: pola pikir dan emosi membentuk kebiasaan batin yang menentukan kejernihan keputusan. Ketiga, sosial: reputasi dan kepercayaan terbentuk dari konsistensi sikap. Ketiganya saling terhubung dan membentuk lingkar sebab-akibat yang akhirnya kembali kepada pelaku.

Hukum karma bukan soal hukuman, melainkan cermin kehidupan. Ia mengingatkan bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi nyata dalam diri dan lingkungan. Hidup selaras dengan prinsip ini membuat seseorang lebih berhati-hati, lebih bertanggung jawab, dan lebih tenang. Perbuatan baik menenangkan pikiran, menyehatkan tubuh, dan memperkuat jaringan sosial. Sebaliknya, kebencian dan keserakahan hanya mengikis ketenangan serta dukungan yang dibutuhkan untuk tumbuh.

Pada akhirnya, memilih berbuat baik berarti menolong diri sendiri. Sebab dalam hukum alam yang paling sederhana, apa yang ditanam hari ini akan kembali dalam bentuk kehidupan yang dijalani esok.

(sukadana)

Baca juga :
  • Samsung Luncurkan Monitor Gaming OLED di Bawah Rp8 Juta
  • Badung Panen Perdana Ubi Ungu dan Temu Rasa dengan Lansia
  • Samsung Rilis Galaxy Z Fold7 dengan Gemini AI