KANKER masih menjadi salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia. Dan, tindakan paling efektif mengatasi itu melalui kampanye ajakan deteksi dini kanker. Sebab, semakin awal diketahui penyakitnya, kesempatan kesembuhan penderita makin tinggi. Pada saat peringatan Hari Kanker Sedunia di Hotel Shangri La, Jakarta, Sabtu (4/2), Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Sadikin mengungkapkan, kegiatan promosi atau kampanye ajakan pada masyarakat untuk berani melakukan deteksi dini kanker, bertujuan sebagai upaya untuk mendukung langkah pemerintah menemukan kanker pada stadium yang lebih dini. Menurut Budi, kegiatan promotif bukan kegiatan yang eksklusif hanya berbentuk program, tetapi sifatnya inklusif yang harus dilakukan dengan membangun gerakan. Alasannya, kanker menjadi salah satu penyakit penyebab kematian terbanyak di Indonesia terutama kanker payudara bagi perempuan. “Yuk bantu Kementerian Kesehatan bersama-sama untuk melakukan sosialisasi, edukasi, promosi, untuk deteksi kanker ini. Aku butuh tenaga dan energinya untuk bantu masyarakat,” ajak Menkes. Ia lalu menjelaskan bahwa kanker yang ditemukan pada stadium lebih dini, diyakini dapat meningkatkan peluang kesembuhan penderita. Upaya itu hanya dapat dilakukan melalui deteksi dini. Deteksi dini pada kanker, sebut Budi, dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti pada kanker payudara dengan metode SADANIS (Pemeriksaan Payudara Secara Klinis) dan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri). “Upaya yang harus dilakukan adalah skrining yang tepat. Kanker yang teridentifikasi lebih awal melalui skrining memiliki tingkat kesembuhan sekitar 80-90 persen. Sementara apabila kanker teridentifikasi di stadium akhir maka tingkat kematiannya mencapai 90 persen,” kata Budi. Ia kemudian menegaskan bahwa pemerintah tidak hanya melakukan tindakan promotif atau kampanye saja, tetapi juga upaya reflektif. Seperti penyediaan alat pemeriksaan kanker, pemerataan penyebaran alat kesehatan untuk 514 kabupaten/kota, serta beasiswa dokter umum dan spesialis kanker. Namun, lanjut dia, upaya itu belumlah cukup. Masih sangat diperlukan penguatan upaya promotif pada masyarakat sebagai salah satu cara paling efektif menekan angka kematian akibat kanker. “Gimana supaya bisa mengedukasi wanita Indonesia supaya jangan takut mamografi kanker. Yuk, deteksi dini kolonoskopi begitu kamu 50 tahun, yuk tes HPV DNA. Toh, bisa dilakukan sendiri. Hal seperti ini tidak bisa Kemenkes lakukan sendiri,” ujar Budi. Pada acara itu, Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI) bekerja sama dengan Pelayanan Kanker Terpadu Instalasi Pelayanan Onkologi Radiasi RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (PkaT- IPTOR RSCM), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan institusi lainnya menyampaikan komitmen untuk membantu pemerintah dalam melakukan edukasi kanker di 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. “Karena kita ketahui bahwa yang melakukan pengobatan kanker itu memang urusan hospital, akan tetapi kalo kita melakukan control, maka semua stakeholder dalam satu negara harus ikut bekerja, yuk lakukan dekteksi dini sesuai anjuran pemerintah” ujar ketua PORI Prof. Dr dr. Soehartati Gondhowiardjo, Sp.Onk Penyebab kematian tertinggi Data GLOBOCAN tahun 2020 menunjukkan terdapat 19.292.789 kasus kanker baru di dunia dengan tiga kasus terbanyak adalah payudara, paru dan kolorektal. Di Indonesia sendiri terdapat 396.914 kasus kanker baru pada tahun 2020 dengan sebagian besar pasien datang berobat pada stadium lanjut. Kanker payudara dan kanker leher rahim mendominasi kejadian kanker pada wanita. Sementara Kanker paru paru dan Kolorektal mendominasi kejadian kanker pada Pria. Kanker menjadi peringkat tiga besar penyebab kematian di dunia. Estimasi dari IARC (International Agency of Cancer Research) pada tahun 2040 angka kasus kanker baru dapat mencapai 30,2 juta kasus dengan angka kematian mencapai 16,3 juta kasus. Sekitar 70% dari kasus kanker baru akan berasal dari negara berpendapatan rendah hingga menengah. (rik/sut)